.

.

makalah andragogi "sejarah pendidikan orang dewasa"


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Makalah ini merupakan tugas Andragogi yang memang harus terpenuhi sebagai nilai tambahan yang sudah ditentukan oleh pengajar disamping itu juga makalah ini sangat bermanfaat bagi pembaca karena pada makalah ini sedikit atau banyaknya terdapat ilmu yang dapat diambil sebagai pengetahuan atau wawasan mengenai pendidikan pada orang dewasa.
Pada dasarnya "orang dewasa" memiliki banyak pengalaman baik dalam bidang pekerjaannya maupun pengalaman lain dalam kehidupannnya. Tentu saja untuk menghadapi peserta pendidikan yang pada umumnya adalah "orang dewasa" dibutuhkan suatu strategi dan pendekatan yang berbeda dengan "pendidikan dan pelatihan" ala bangku sekolah, atau pendidikan konvensional yang sering disebut dengan pendekatan Pedagogis. Dalam  praktek "pendekatan pedagogis" yang diterapkan dalam pendidikan dan pelatihan seringkali tidak cocok. Untuk itu, dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih cocok dengan "kematangan", "konsep diri" peserta dan "pengalaman peserta". Di dalam dunia pendidikan, strategi dan pendekatan ini dikenal dengan "Pendidikan Orang Dewasa" (Adult Education/Andragogi).
Pembelajaran orang dewasa mencerminkan suatu proses dimana orang dewasa menjadi peduli dan mengevaluasi pengalamannya. Untuk itu, pembelajaran orang dewasa tidak dimulai dengan mempelajari materi pelajaran tetapi berdasarkan harapan bahwa pembelajaran dimulai dengan memberikan perhatian terhadap masalah-masalah yang telah terjadi disekitarnya. Hal ini dikarenakan perkembangan pendidikan orang dewasa sanga berbeda dengan perkembangan pendidikan yang lainnya.





B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pendidikan Orang Dewasa?
2. Bagaimana sejarah aliran pendidikan orang dewasa?
3. Bagaimana permulaan pembentukan teori andragogi atau pendidikan orang dewasa?

C.  Tujuan
1. Untuk Mengetahui Sejarah Pendidikan Orang dewasa
2. Untuk mengetahui Sejarah aliran pendidikan orang dewasa.
3. Untuk mengetahui pembentukan teori andragogi atau pendidikan orang dewasa.















BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pendidikan Orang Dewasa
Ditemukan istilah andragogi dimulai dari tahun 1833, oleh Alexander Kapp, Kapp  menjelaskan andragogi dengan menggunaka istilah pendidikan orang dewasa terutama dalam menjelaskan teori pendidikan yang dilahirkan ahli filsafat Plato. Secara runtut berikut ini dijelaskan sejarah perkembangan penggunaan istilah andragogi dari tahun ke tahun sebagai teori pendidikan baru di samping teori pedagogy.
Pada abad 18 sekitar tahun 1833: Alexander Kapp menggunakan istilah Pendidikan Orang Dewasa untuk menjelaskan teori pendidikan yang dikembangkan dan dilahirkan ahli – ahli filsafat seperti Plato. Juga pendidikan orang dewasa Bangsa Belanda Gernan Enchevort membuat studi tentang asal mula penggunaan istilah andragogi. Setelah era Kapp, pada  abad 19 tepatnya tahun 1919, Adam Smith memberikan argumentasi tentang pendidikan untuk orang dewasa “pendidikan juga tidak hanya untuk anak – anak, tetapi pendidikan juga untuk orang dewasa”. Tiga tahun setelah Adam Smith tepatnya tahun 1921: Eugar Rosenstock menyatakan bahwa pendidikan orang dewasa menggunakan guru khusus, metode khusus dan filsafat khusus.
Pada tahun 1926: The American For Adult Education mempublikasikan bahwa pendidikan orang dewasa mendapat sumbangan dari: 1) Aliran ilmiah seperti Edward L Thorndike. Dan 2) Aliran artistik seperti Edward C Lindeman. Endward Lindeman menerbitkan buku “Meaning of Adult Educatin” yang pada intinya buku tersebut berisi tentang: 1) Pendekatan pendidikan orang dewasa dimulai dari situasi, 2) Sumber utama pendidikan orang dewasa adalah pengalaman si belajar dia juga menyatakan ada empat asumsi pendidikan orang dewasa, yaitu: (1) Orang dewasa termotivasi belajar oleh kebutuhan pengakuan. (2) Orientasi orang dewasa belajar adalah berpusat pada kehidupan, (3) Pengalaman adalah sumber belajar, (4) Pendidikan orang dewasa memperhatikan perbedaan bentuk, waktu, tempat dan lingkungan. Pada perkembangan selanjutnya Edward C. Lindeman menerbitkan Jurnal of Adult Education.
Pada tahun 1928: Edward L. Thorndike menyusun buku “Adult Learning” yang merupakan buku pendidikan orang dewasa pertama dari aliran Scientific. Pada tahun berikutnya tepatnya tahun 1929: Lawrence P. Jacks menulis dalam Journal of Adult Educatin, bahwa pendapat dan kehidupan adalah dua hal yang tidak teerpisahkan dalam kehidupan. Ia mengistilahkan pendidikan orang dewasa (POD) dengan Continuing School dan berbasis pada pendapat dan kehidupan. Tahun 1930: Arceak AB mengenalkan istilah pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup dalam rangka pendidikan untuk manusia.
Pada tahun itu Robert D. Leigh menyimpulkan dari hasil studinya dalam Journal Adult Education bahwa belajar orang dewasa sangat berkaitan erat dengan pengalaman sehari – hari, sehingga pengetahuan baru harus berdasarkan pengalaman  hidup sehari – hari. Pada tahun 1931; David L Mackage menulis dalam Juornal Adult Education bahwa isi dan metode pembelajaran harus selalu dihasilkan untuk Pendidikan Orang Dewasa. Tagun 1936: Lyman Buson menyusun buku “Adult Education” dimana buku tersebut membahas secara terperici  tentang tujuan pendidikan orang dewasa sebagai sebuah bentuk sosial untuk mencapai kesamaan tujuan program pada semua institusi pendidikan orang dewasa.
Pada tahun 1938: Alan Rogers menulis dalam Journal Adult Education bahwa salah satu tipe pendidikan orang dewasa adalah berdasarkan dan penggunaan metode baru  sebagai prosedur atau langkah pada pembelajarannya. Sekitar tahun 1938: Rat Herton menulis dalam Journal Adult Education bahwa pada High School, pebelajar orang dewasa mempunyai beberapa pengetahuan atau kecakapan sehingga proses belajar harus sesuai dengan apa yang dimulai atau yang dilakukan pebelajar tersebut. Pemikiran tersebut sejalan dengan pendapat Ben H. Cherrington yang ditulis dalam Journal Adult Education  bahwa pada pendidikan orang dewasa yang demikratis, pebelajar menggunakan metode belajar aktif mandiri dan beba memilih belajar dan hasil belajar. Anggapan tersebut dipertegas lagi oleh Wandell Thoman dalam Journal Adult Education, bahwa pendidikan orang dewasa berbeda dengan sekolah di dalam keindividualan dan tanggung jawab sosial. Pendidikan orang dewasa membuat arah khusus bagi individu serta lebih diarahkan untuk memberikan sumbangan pada dan mengoorganisir sumbangan tersebut pada tujuan sosial. Kejelasan isi dan proses pembelajaran pendidikan orang dewasa ditegaskan pada tahun 1940 oleh Harold dalam Journal Adult Education, dia menyatakan , bahwa tidak hanya isi pengajaran, tetapi juga metode mangajar harus diubah, pelajaran harus menetapkan latihan, dimana pebelajar dapat berpatisipasi secara luas. Beberapa elemen perlu diadakan kerjasama dalam program pendidikan orang dewasa.
Pada tahun 1949: Harry Overstreet menyusun “The Nature Mind” dimana beliau menyatakan tentang perlunya pemisahan konsep pendidikan orang dewasa. Hal tersebut dilakukan melalui pemahaman dan riset, dimana orang dewasa dalam proses pembelajaran terintegrasi dalam satu kerangka kerja . sebuah perjalann panjang tenntang lahirnya istilah andargogi dalam pendidikan, namun pemikiran – pemikiran yang lebih fokus baik dari segi teori, filsafat mupun dalam tahapan implementasinya (metodologi) seperti pada; proses pembelajran, tujuan pembelajaran, sasaran pembelajaran serta kaitan antara andragogi dengan masalah ekonomi, sosial, budaya dan politik dimulai tahun 1950: dimana Malcom Knowles menyusun “ Informal Adult Education” yang menyatakan bahwa inti pendidikan orang dewasa berbeda dengan pendidikan Tradisional. Disamping itu juga Malcom Knowles mengajukan tiga hal penting pada POD, yakni: 1) Mengubah visi peserta belajar khususnya dalam pendidikan orang dewasa, 2) Mengajukan istilah continiung learning, 3) Peserta didik dalam national training laboratories adalah orang – orang yang telah bekerja.
Begitu pula pada tahun itu fokus andragogi dilahirkan oleh Heirich Haselmanan menyusun buku yang  berjudul “Andragogi, Nature, Possibilities  and Boundaries of Adult Education”  yang intinya POD berhubungan dengan pengobatan ( bukan medis ) dan pendidikan kembli orang dewasa.
Rogers menyatakan bahwa pendidikan juga dihubungkan dengan perubahan tingkah laku, dimana hal ini sesuai dengan pembelajaran orang dewasa. Pada tahun 1954: TT Tane Have memberikan kuliah angragogi, dimana beliau mengenalkan tiga istilah yaitu: 1) Andagogi yakni aktivitas secara instusional dan profesional yang terbimbing bertujuan untuk mengubah orang dewasa, 2) Andragogik adlah latar belakang sistem metodologi dan idiologi yang mengatur proses andragogi secara aktual, 3) Andragogi, adalah studi ilmiah tentang andragogi dan andragogik kedua – duanya. Kurt Lewing menyatakan bahwa belajar terjadi sebagai akibat perubahan dalam struktur kognitif yang dihasilkan oleh perubahan struktur kogniti itu sendiri atau perubahan kebutuhan itu juga adanya motivasi internal serta belajar yang efektif dilakukan melalui kelompok. Tahun 1956: M. Agrizofic menguraikan tentang andargogi yang fenologika dan berikunya tahun 1957: Frans Poggeler menyusun buku “introduction to andragogi: basic issue in adult education” dimana ia menyebutkan istiah andragogi untuk pendidikan orang dewasa. Wertheimer, Koffka dan Kohler mengenalkan hukum dalam pendidikan orang dewasa yaitu: 1)The law of proximily, 2) The law of similarity dan familiarity, 3) The law closure. Pada tahun 1959: M. Ogrizovic menyusun buku “problems of andragogi” bersama dengan Samolovcev, Filipovic  dan Sevisevic. Disamping itu pula Bruner menghasilkan riset tentang pandangan luas dari riset pendidikan orang dewasa. Tahun 1960:  JR Gibb menyusun buku “Teori belajar dalam pendidikan orang dewasa”.
Samolovcev, Fillpovic dan Savecevic memanjakan peserta belajar pada  pendidikan orang dewasa atau andragogi. Tahun 1961: April O. Houle menyatakan bahwa orang – orang dewasa tertarik pada continuing education dan alasan orang – orang dewasa belajar adalah: 1) The goal – Oriented learnes, 2) The activity – Oriented learnes, 3) The learning – Oriented learnes. Tahun 1961: Maslow menyatakan dalam pendidikan orang dewasa, peserta belajar harus mencapai mengaktualisasi diri. Carl Rogers menyatakan dalam pendidikan orang dewasa, peserta belajar harus dapat menunjukkan fungsinya. Tahun1964: Miller menyusun bukunya “Teaching and Learning in Adult Educatin”. Wilburn Hellernback menyusun buku “Methods and Techniques in Adult Education”.
Itulah sekilas perkembangan sejarah andragogi baik dari segala konsep maupun teori implementasi program pengembangannya di masyarakat seperti yang digambarkan pada awal pembahasan buku ini, istilah andragogi pertama kali digunakan oleh Alexander Kapp tahun 1933 yaitu yng menjelaskan konsep – konsep teori dasar pendidikan dari Plato. Sehingga penggunaan istilah andragogi tlah dimulai pada abad ke – 18 ( Cross 1981). Perkembangan selanjutnya sejak tahun 1920-an pendidikan orang dewasa atau andragogi telah dirumuskan dan diorganisasikan secara otomatis. Pendidikan orang dewasa dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi orang dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya ( Panner 1997 dalam Suprajitno, 2007:11).
Namun pakar pendidikan orang dewasa yang mengkaji  dan mengembangkan secara konseptual teoritik adragogi adalah Mascom Knowles (1970). Malcoms Knowles mendefinisikannya “andragogi as the art and science to helping adult a learner” (Srinivasan, 1977:13). Pendidikan orang dewasa berbeda dengan pendidikan anak – anak ( pedagogi ). Hal ini karena pedagogi berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan andragogi berlangsung dalam pengembangan seni diri sendiri untuk memecahkan masalah. Jadi, istilah andragogi mulai dirumuskan menjadi teori baru sejak tahun 1970-an, oleh Malcoms Knowless. Knowless memperkenalkan istilah tersebut terutama untuk pembelajaran pada orang dewasa.
Malcoms Knowless menyatakan bahwa apa yang kita ketahui tentang belajar selama ini adalah merupakan kesimpulan dari berbagai kajian terhadap perilaku kanak – kanak dan binatang percobaan tertentu. Pada umumnya memang apa yang kita ketahui kemudian tentang mengajar juga merupakan hasil kesimpulan dari pengalaman mengajar terhadap kanak – kanak, sebagian besar teori belajar mengajar didasarkan pada perumusan konsep pendidikan sebagai suatu proses pengalihan kebudayaan. Atas dasar teori – teori dan asumsi itulah tercetus istilah “pedagogi” yang akar katanya berasal dari bahasa Yunani, paid ( kanak – kanak ) dan agogos ( pemimpin . pedagogi dengan demikian berarti memimpin kanak – kanak atau pendefinisi diartikan secara khusus sebagai “suatu ilmu dan seni mengajar nak – anak”.
Penggunaan atau proses peendidikan atas dasar pendekatan andragogi mulai dikembangkan beberapa waktu terakhir ini terutama bersamaan dengan berkembangnya konsep pendidikan nonformal di tengah – tengah masyarakat sebagai model pendidikan alternatif bagi masyarakat tertentu ( masyarakat negara berkembang ). Perkembangan teori dan istilah andragogi berkembang pesat di daerah Eropa, dimana perkembangannya sangat pesat dan dalam banyak hal jauh melampaui perkembangan yang sama yaitu di Amerika Serikat. Di Eropa perkembangan andragogi sudah mulai digunakan dalam penanganan kasus – kasus dalam bidang pelayanan masyarakat, proses kemasyarakatan kembali, pendidikan luar sekolah, menejemen personalia, organisasi – organisasi masa , program pembangunan masyarakat . dalam keseluruhan proses perkembangan dan pengalaman penerapan tersebut, ternyata ditemukan banyak bukti yang memperkuat anggapan – anggapan dasar pendekatan andragogi, sekaligus memperkaya berbagai bentuk metodologi pendidikan yang didukung oleh perangkat – perangkat teknologi yang lebih berdaya hasil dan tepat guna.

B. Sejarah Aliran Pendidikan
Pada kali ini kita akan mengkaji masalah belajar pada orang dewasa. Semua guru pada zaman kuno mengajar orang dewasa dan bukan mengajar anak – anak. Pada zaman china kuno, Confisius dan Lao Tse mengajar orang dewasa dan bukan anak – anak. Pada zaman Junani kuno, Socrates, Plato, Aristoteles, semuanya mengajar orang dewasa, dan bukan anak – anak. Demikian juga guru – guru besar Romawi kuno seperti Cirero, Quintillan, Euchid, mereka semua mengajar orang dewasa dan bukan anak – anak.
Di Indonesiapun juga begitu, padepokan – padepokan tempat menuntut ilmu saat itu juga memiliki peserta didik dewasa, atau lebih tepatnya pemuda. Pendidikan berasrama untuk pemuda yang mau belajar ilmu dan agama Buddha di kerajaan Syailendra di Sumatera Selatan merupakan salah satu padepokan yang terkenal pada waktu itu. Seiring berjalannya waktu mulailah muncul padepokan di kerajaan seperti Mataram Purba, Majapahit, Demak, dan Mataram Baru berkembang pesat padepokan – padepokan tersebut yang memberikan pembelajaran di bidang agama, olah kanuragan (kesaktian, bela diri, persiapan untuk bisa menjadi prajurit kerajaan), pembuatan senjata dan sebagainya. Kemudian dengan seiringnya masuknya agama islam di awal abad ke–13, berkembanglah pondok – pondok pesantren terutama di Jawa.
Pendidikan yang berlangsung adalah pendidikan untuk pemuda dalam mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat. Mereka belajar dari keluarganya sendiri. Orangtua mendidik anaknya sendiri. Pada masa ini semua individu harus mampu melakukan apa saja, berburu dan mengambil hasil hutan. Dalam masyarakat belumlah terjadi differensiasi yang tajam. Yang ada adalah lapisan pemimpin suku, rakyat biasa dan sekumpulan orang – orang yang memiliki kekuatan supranatural yang disebut dukun. Seorang pemimpin kebanyakan berasal dari kelompok yang memiliki kekuatan yang luar biasanya. Penurunan ilmu yang berlangsung melalui pendidikan dalam keluarga, sehingga pola penurunan kekuasaan menurut keturunan (dinasti) merupakan proses regenerasi alih kepemimpinan masa itu. Yang menggantikan ketua suku atau raja atau dukun adalah anak – anak dalam keluarga tersebut.
Seiring dengan kemajuan peradaban, maka mulailah terjadi proses differensiasi dan spesialisasi dalam masyarakat. Manusia tumbuh dan dan berkembang tidak untuk menguasai semua ilmu dan kepandaian. Ada yang tertarik dengan bercocok tanam dan memelihara ternak, mereka ini akan menjadi kelompok komunitas petani. Ada pula yang lebih tertarik dan melakukan spesialisasi pekerjaan untuk menyampaikan hasil pertanian yang dihasilkan petani pada komunitas lain yang memerlukan hasil pertanian, membantu masyarakat yang memerlukan barang barang lain dan jasa dengan menyediakan barang dan jasa yang diperlukan tersebut. Kelompok masyarakat ini kemudian berkembang menjadi komunitas berdagang atau saudagar.
Ada pula kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan yang melebihi masyarakat biasa dalam oleh tubuh dan kanuragan. Mereka ini menjadi pembela dan penjaga masyarakatnya bila terjadi konflik, baik konflik internal dalam komunitas tersebut maupun eksternal dengan komunitas lain. Mereka ini cenderung menjadi pemimpin dan penjaga suatu komunitas. Dari kelompok ini lahirlah pemimpin atau kepala suku atau raja, sesuai dengan komunitas – komunitas lain yang setara maupun yang di bawah kekuasaannya, atau menjadi penguasanya. Selain kepala suku, kepala perdikan, raja, kelompok yang memiliki kelebihan dalam bidang kanugaran dan oleh tubuh ini juga melahirkan orang – orang yang menjadi penjaga komunitas, yang kemudian menjadi prajurit atau tentara dari komunitas tersebut.
Semula mereka mendidik anak - anaknya sendiri sesuai dengan posisi dan kedudukannya dalam komunitas berdasarkan differensiasi dan spesialisasi tersebut. Dengan demikian yang terjadi adalah pendidikan keluarga. Namun differensiasi fungsi dan spesialisasi tersebut akhirnya juga mempengaruhi proses pendidikan yang terjadi dalam komunitas yang bersangkutan. Banyak pemnuda – pemuda yang menginginkan spesialisasi di luar spesialisasi keluarga dan orangtuanya. Banyak anak petani yang ingin menjadi prajurit yang menjaga komunitas, banyak pula anak petani yang menginginkan bisa menjadi ahli pembuatan senjata atau alat – alat pertanian yang diperukan komunitas tersebut. Banyak juga dari keluarga yang bahkan asal keluarganya yang mendalami agama ingin mendalami agama dan pengibatan. Kaena keluarga dan orngtuanya tidak mampu memberikan ilmu dan kemampuan yang diperlukan pemuda – pemuda tersebut karena di luar spesiaisasi dan differensiasi anak pemuda – pemuda itu mencari ilmu dan kemampuan itu di luar keluarganya. Mereka bergabung ke ahli – ahli yang menguasai ilmu dan kemampuan tersebut dan bersedia membagikan ke pemuda – pemuda yang berasal dari luar komunitasnya. Mulailah proses pendidikan beralih dari pendidikan keluarga yang bersifat informal menjadi pendidikan nonformal, dimana pembelajaran menjadi direncanakan dan pemuda – pemuda tersebut memang menginginkan ilmu dan kemampuan yang dikembangkan dalam oleh mereka yang menguasai ilmu dan kemampuan tersebut. Mulailah terbentuk lembaga pendidikan nonforml berupa pondok – pondok agama yang kemudian waktu islam masuk Indonesia lembaga pendidika nonformal dalam bidang agama ini manjadi pondok pesantren. Dalam bidang ilmu olah kanugaran berkembang adepokan –padepokan diri dan kesaktian.
Lembaga – lembaga pendidikan itu mendidik pemuda, bukan anak – anak. Dengan demikian, memang baik di Eropa maupun di Amerika (bangsa India dan Aztex), dan Asia, khususnya di Indonesia, pendidikan yang berkembang pendidikan nonformal. Hanya sayangnya yang di Indonesia khususnya kekurangan sumber – sumber pustaka yang membahas tentang pendidikan nonformal yang berkembang pesat ini. Semua lembaga pendidikan ini mendidik para pemuda dan belum pernah ada kepustakaan yang menceritakan bahwa peserta didik dalam masa ini adalah anak – anak.
Dengan pengalamnya mengajar orang dewasa, mereka memandang bahwa belajar sangat berbeda denga apa yang dianut oleh guru – guru pada zaman kemudian. Pada guru – guru zaman kuno tersebut belajar meruapakan proses inkuiri (penemuan) aktif yang dilakukan oleh orang dewasa yang belajar, dan karena itu guru – guru kuno tersebut mengembangkan tenik – teknik belajar yang melibatkan secara aktif peserta belajar dalam proses inkuiri. Guru – guru China dan Yahudi kuno mengembangkan apa yang sekarang kita namanakan metode studi kasus. Salah satu dari anggota kelompok belajar (tidak selalu ketua kelompok) menampilkan masalah – masalah yang paradoksal, dan kelompok akan membahas Latar belakang masalah dan menggali cara – cara pemecahan yang mungkin. Guru – guru Yunani kuno menggunakan teknik apa yang kita kenal metode Dialog Socrates, dimana salah seorang anggota kelompok memberikan pertanyaan – pertanyaan sedang yang lain berusaha menjawabnya. Dengan kejatuhan Romawi di abad kedua dan ketiga setelah Masehi, tulisan – tulisan guru – guru besar kuno tersebut tersimpan di arsip kerajaan – kerajaan Eropa dan sebagian besar dilupakan.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sebenarnya merupakan perkembangan lanjutan dari perkembangan pendidikan nonformal. Kalau semula yang menjadi sasaran belajar itu adalah para pemuda, maka dalam abad ke VII orang mulai menyelenggarakan pendidikan untuk anak-anak karena anak dipandaang lebih memiliki kemungkinan perkembangan yang lebih banyak. Pendidikan anak dimulai dari kalangan istana dan gereja di eropa. Setelah orang eropa menemukan daerah daerah baru di asia, afrika dan amerika,maka di eropa mengalami revolusi industri.
Pengambil alihan jalan sutera lalu lintas perdagangan melalui darat oleh bangsa turkidi konstatinopel memaksa orang Eropa mencari jalan alternatif untuk mendapatkan sutera dari cina dan rempah-rempah dari maluku. Karena jalan darat sudah dikuasai bangsa lain, maka bangsa eropa brlomba-lomba mencari jalan alternatif melalui lautan. Perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya tentang ilmu falak yang menemukan bahwa bumi itu bulat, bukan datar sepert meja; merupakan salah satu pendorong bangsa eropa untuk emnjelajahi samudera. Ada dua kelompok mencari daerah baru ini yang dimotori oleh bangsa Spanyol dan Portugal. Satu kelompok yang di ikuti kebanyakan para petualang pencari daerah baru di Afrika dan kemudian ke timur menemukan banyak daerah baru di Afrika dan Asia Selatan seperti jazirah Arab, India, Indonesia, bahkan sampai ke Australia dan Selandia Baru. Satu kelompok lagi dengan dipelopori oleh Christhoper Columbus menempuh jalur pantai Eropa terus ke barat dan akhirnya menemukan benua amerika.

            Penemuan-penemuan daerah baru dari semula mencari sutera dan rempah-rempah ternyata mendapat hasil jauh lebih banyak dari pada yang dipekirakan semula. Bangsa-bangsa Eropa tidak hanya mendapatkan sutera dan rempah-rempah namun juga bahan-bahan lain seperti karet dari Brasilia, teh dari India dan China serta aneka bahan tambang lainnya. Mulailah masa imperialisme, kalau semula mencari daerah sumber pasar aslinya, berubah menjadi keinginan untuk menguasai dan menjajah daerah-daerah sumber bahan tersebut sebagai daerah jajahan. Perubahan ini membawa perubahan yang signifikan pada perubahan masyarakat dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.
            Tumbuhlah masyarakat industri yang mengubah pola kehidupan mayarakat secara mendasar. Bila sebelumnya mereka memproduksi barang dan jasa secara terbatas dan hubungan bersifat personal, maka kemudian tumbuhlah masyarakat dengan produksi massal dan hubungan yang bersifat bisnis. Pemerolehan tanah-tanah jajahan yang kaya raya sumber bahan mentah menjadikan bangsa-bangsa Eropa mendirikan industri berupa pabrik-pabrik secara massal. Untuk bisa memproduksi secara massal, maka kegiatan produksi kini tidak dilakukan secara manual melainkan dengan mesin-mesin industri. Penemuan mesin uap oleh James Watt dan kemudian listrik oleh Thomas Alfa Edison mengubah masyarakat secara radikal.
            Untuk dapat mengoperasikan mesin-mesin tersebut, diperlukan tenaga trampil. Penyiapan tenaga trampil memerlukan proses pendidikan dikembangkan sejak anak-anak. Lahirlah lembaga pendidikan formal yang bernama sekolah semakin menguat karena orang tua disamping tidak mampu menjadi sumber belajar dari berbagai bidang keilmuan yang diperlukan anak, juga kesibukan orang tua, yang tidak saja pria, tapi juga wanita menyebabkan ketersediaan waktu untuk mendidik anak semakin berkurang. Karena itu lembaga pendidikan yang bernama sekolah semakin diorganisasi semakin sistematis dan intensif dalam rangka pembelajaran anak yang efektif dan efisien.
            Sekolah, yang pertama tumbuh di gereja dan kalangan istana, kemudian juga berkembang dalam lembaga-lembaga pendidikan yang sekular, perbedaan persepsi tentang sifat dan tujuan belajar nampak semakin nyata antra pendidikan pada pemuda dan pendidikan pasda anak. Pendidikan anak diselenggrakan menganut filosofi idealisme yang pada satat itu masih dominan dalam masyarakat. Ilmu tentang pendidikan anak ini kemudian smakin berkembang karena pendidikan anak menjadi dominan dalam pendidikan seseorang semasa hidupnya. Pendekatan pembelajaran untuk anak-anak juga semakin berkembang seiring dengan berkembangnya psikologi dalam khasanah ilmu pengetahuan masa itu.
            Pendekatan belajar ini kemudian dinamakan “pedagogy” ,  yang diambil dari kata yunani “paid” yang berarti anak dan “agogus” yang berarti memimpin. Karena pengalaman guru-guru pada zaman ini secara eksklusif  hanya berkaitan dengan anak-anak dan karena mereka terutama sangat memperhatikan pengajaran ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung, maka guru-guru ini membuat asumsi yang sangat berbeda tentang proses belajar dari asumsi yang dikembangkan oleh guru-guru ini membuat asumsi yang dikembangkan oleh guru-guru pada zaman kuno seperti yang diuraikan tersebut di atas. Mereka mengatakan bahwa-bahwa guru berperanan dan bertanggung jawab untuk membuat semua keputusan tentang apa yang seharusnya dipelajari, bagaimana mereka seharusnya belajar, kapan mereka harus belajar, dan dalam proses belajar, siswa berperanan pasif, sebagai penerima yang tergantung pada apa yang dismpaikan guru. Pada saat sekolah umum didirikan pada awal abad kesembilan belas, model pedagogi diikuti dan semua sistem sekolah dibangun berdasarkan model pedagogi.
            Celakanya, pada saat orang dewasa diorganisasi secara sistematis pada perempat pertama abad ini, model pedagogi juga diterapkan sepenuhnya. Sebagai hasilnya, sebagian besar diajar sebagaimana mereka mengajar anak-anak. Hal ini merupakan sebab utama dari beberapa masalah yang dihadapi pendidik orang dewasa, seperti tingginya angka drop-out, motivasi belajar yang rendah dan perinformansi yang jelek. Sampai kini hal tersebut masih menjadi masalah dalam program-program pengembangan sumber daya manusia dalam dunia bisnis dan industri.
Pembelajaran orang dewasa dengan menggunakan pendekatan pedagogi ini ternyata tidak berhasil. Banyaknya angka putus pendidikan (drop-out), ketidak tercapaian tujuan pendidikan serta rendahnya partisipasi dan motivasi belajar merupakan indikator ke tidak berhasilan pembelajaran orang dewasa yang dilaksanakan dengan pendekatan pedagogi.

C. Permulaan Pembentukan Teori Tentang Belajar Orang Dewasa
            buku “The Meaning of Adult Education” yang di karang oleh Eduard C Lindeman adalah satu-satunya buku yang secara sadar dan mengilhami karya tulis dalam bidang pendidikan orang dewasa. dalam buku tersebut Eduard C Linderman menyatakan bahwa pendidikan orang dewasa adalah: kerjasama tanpa paksaan, belajar informal, dengan tujuan utama untuk menemukan makna dari pengalaman , sebuah pertanyaan pada jiwa yang menggali akar dari konsepsi awal yang merumuskan kondisi kita; sebuah teknik belajar untuk orang dewasa yang membuat pendidikan berkaitan erat dengan kehidupan dan meningkatkan kehidupan itu sendiri pada tahap percobaan yang mendatang.
            Pada pasca perang dunia II , semakin kuat perkembangan aliran filosofi humanism. korban yang sangat tinggi dalam perang dunia dua yang diakibatkan oleh pemerintah yang diktatoral menyebabkan peningkatan kesadaran akan harkat dan martabat manusia seutuhnya sebagai suatu entitas yang utuh, hal ini berdampak adanya pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang semakin kuat dari sebelumnya. Hal ini mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah sebagai penguasa dan masyarakat sebagai warganya, diantara pengaruhnya adalah semakin kuatnya penghargaan terhadap hak-hak manusia sebagai manusia yang utuh.
            Pasca perang dunia ii yang membawa korban jiwa maupun cacat yang berjumlah jutaan manusia berdampak membuat sector-sektor kehidupan, khususnya industry sebagai tulang punggung kehidupan bangsa menjadi kekurangan tenaga kerja dari pekerja yang memiliki usia produktif. krisis ekonomi akibat perang dunia II mengharuskan bangsa Eropa dan Amerika yang menang menyebabkan mereka harus bangkit secepatnya. karena itu pengisan tenaga terampil di sektor industry yang telah gugur harus segera diisi/ digantikan.
            Celakanya tenaga kerja yang tersisa (yang selamat dari perang dunia II) hanya tenaga kerja yang tidak terampil ( unskilled labour). untuk itu Negara-negara pemenang perang dunia II itu membuat pendidikan khusus pemuda dan orang dewasa yang akan masuk ke lowongan kerja yang tersedia namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan karena mereka dididik seperti halnya mendidik anak-anak di sekolah. banyak peserta didik yang drop-out dari sekolah. hal ini membuat tujuan pembelajaran tidak tercapai dengan baik sehingga pengisian lowongan kerja tidak bisa tercapai/ tetap kosong, hal ini memperparah krisis ekonomi yang terjadi dinegara tersebut. seiring dengan semakin menguatnya pengaruh aliran filoosofis humanis para pakar berpendapat menilai bahwa pendekatan filosofis yang berbeda dalam memandang peserta didik itulah yang menjadi faktor penyebab kegagalan pendidikan pada pemuda dan orang dewasa.para pakar berbeda bahwa pendekatan pembelajaran untuk anak-anak itu tidak bisa diaplikasiakn pda orang dewasa.
            dalam kejadian lain akibat dari perang dunia II adalah semakin banyak Negara terjajah menjadi Negara merdeka, diantaranya adalah Indonesia. namun setelah menjajah ratusan tahun , bangsa penjajahan dari Eropa tidaklah meninggalkan kemakmuran dan kesejahteraan di Negara bekas jajahannya, hal ini memperparah kondisi kondisi bangsa yang baru merdeka tersebut, bangsa penjajah tidak menyelenggarakan pendidikan bagi bangsa yang dijajahnya dengan baik. dengan demikian, begitu merdeka , bangsa yang masih muda itu menderita kebodohan, pengangguran dan kemiskinan. ketiga hal tersebut saling berkaitan sehingga sering disebut sebagai lingkaran setan ( vicious circle). kebodohan  akibat rendahnya pendidikan menyebabkan ketidakmampuan ntuk mengisi peluang kerja dan mengelola SDM yang tersedia, hal ini membuat mereka tidak bekerja/ pengangguran. dengan menganggur mereka tidak mendapatkan penghasilan yang layak sehingga mereka berada pada lembah kemiskinan. kemiskinan tersebut menjadikan mereka tidak bisa mengakses pendidikan yang baik sehingga mereka tidak mendapat pekerjaan dan seterusnya , sehingga jalinan antara ketiga faktor itu (kebodohan, pengangguran, dan kemiskinan ) sering disebut dengan lingkaran setan. oleh karena itu pemerintah berjuang keras untuk memberantas ketiga faktor itu dengan cara menyelenggarakan pendidikan untuk orang dewasa, sehingga mereka memperole lifeskil (ketrampilan hidup) yang bisa digunakan untuk bekerja dan memperbaiki tarf kehidupan keluarga mereka.
            Karena kebanyakan masyarakat miskin buta aksara (illiteracy), maka pendidikan yang diprogramkan adalah pendidikan keaksaraan (literacy education). celakanya para pendidik yang yang di minta untuk mendidik masyarakat miskin (usia muda dan dewasa) sebagian besar adalah guru formal tingkat dasar, maka pendidik mendidik mereka  dengan metode layaknya mendidik anak-anak disekolah dasar karena pengalaman mereka diranah sekolah dasar. dampanya, peserta didik yang terdiri dari pemuda dan orang dwewasa itu  menjadi stress. mereka merasa tidak dihargai, dianggap sebagai anak-anak , dan materi yang diberikan tidak fungsional dalam kehidupan mereka sehari-hari. dampak manfaat setelah mengikuti kegiatan pembelajaran juga tidak langsung dirasakan , misalnya setelah mengikuti pembelajaran mereka bisa langsung memperoleh pekerjaan atau kesejahteraan hidupnya. akibatnya , angka putus belajar sangat tinggi dan program tidak bisa selesai sesuai dengan yang direncanakan.
            Dengan demikan, ketidak cocokan dalam penerapan metode pembelajarn yang bersifat pedagogis tadi ditemukan dalam dua kelompok kejadian yang berbeda. pertama dikalangan Negara-negara industri dimana dilakukan pendidikan orang dewasa untuk memberikan ketrampilan yang diperlukan untuk mengisi lowongan pekerjaan di sektor industry yang ditinggalkan akibat perang dunia II . yang kedua terjadi di Negara bekas jajahan yang mpenjajahnya meninggalkan kebodohan, pengangguran, dan kemiskinan yang memerlukan pendidikan namun ketika di terapkan pendidikan yang bersifat pedagois, tidak bisa berhasil di terapkan di kalangan mereka. kedua rangkaian itu mendorong pakar-pakar pendidikan yang beraliran humanis untuk mencoba alternatif baru  untuk permasalahan tersebut. hingga tahun1950an , pendidik orang dewasa dari Eropa merasakan perlunya suatu istilah yang  memungkinkan mereka mendiskusikan batang tubuh pengetahuan pelajaran orang dewasa yang sejajar dengan pedagogi. dan pada akhirnya, tercetuslah nama “Andragogi” yang diturunkan dari kata latin Anere yang berarti untuk orang dewasa, dan agogus yang berarti “pengetahuan dan seni untuk membantu orang dewasa belajar”. meskipun kata tersebut tidak segera di cantumkan dalam kamus standar , namun sekarang sudah sangat luas di gunakan oleh pendidik orang dewasa di seluruh dunia, unyuk menjelaskan teori tentang belajar orang dewasa.
            dengan demikian, tahun 1960an bisa di anggap tahun kebangkitan pendidikan untuk orang dewasa kedua kalinya.setelah pada masa awal revolusi industry diabaikan karena masyarakat dan pemerintah lebih mengutamakan pendidikan untuk anak.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan dan penjelaan diatas , maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sejarah perkembangan andragogi ada sejak pada zaman kono seperti zaman China kono, zaman Junani kono, dan Romawi kono guru-guru mengajar orang dewasa bukan mengajar anak-anak. Hinggan pada tahun 1950-an, dikalangan negara-ngara industri dimana dilakukan pendidikan orang dewasa untuk memberikan keterampilan  yang diperlukan untuk mengisi lowongan pekerjaan di sektot industri yang ditinggalkan perang dunia II. Yang kedua terjadi di negara-negara bekas jajahan yang meninggalkan kebodohan, pengangguran, dan kemiskinan yang memerlukan pendidikan. Namun ketika pendidikan yang pedagogis yang sebelumnya diterapkan tidak berhasil, maka dari kedua rangkain kejadian itu mendorang para pakar untuk memcoba alternatif baru mencari pendekatan pembelajaran yang bersifat andragogis. Hingga mereka memberi nama andragogi untuk pengetahuan tentang pelajaran orang dewasa yang sejajar dengan pedagogis.
B. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya atas segala kekurangan pada makalah ini dan penulis dengan senang hati akan menerima saran serta kritik demi kesempurnaan makalah ini . atas segala saran dan bantuan, penulis sampaikan terimakasih.




DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (1986). Strategi Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta ; Karunika
Universitas Terbuka.
Botkin, J.W., dkk (1984). No Limits To Learning: Bridging The Gaps, Oxford
Pergamon Press.
Brembeck, C.S., dkk (1973) New Strategies for Educational Development,Toranto,Heath Company.
Brookfield, S. (1984). Adult Learners, Adult Education and the Community,Columbia University, New York. Teaches College Press.
Butler, D.L., (1996). Promotion Strategic Learning By Adults With LearningCaptive Triangle, London Pautledge.
Campbell, P. and Burnaby, B. (eds.) (2001) Participatory Practices in Adult
Education, London: Erlbaum.
Coombs, P. H. (1968) World Educational Crisis: a systems approach, New York:
Oxford University Press.
Coombs, P. (1985) The World Crisis in Education, New York: Oxford University
Press.
Coun Eur (1999) Council of Europe Report Doc 8595 Non-Formal Education,
December 1999.
CRICED, (2006), Educational system and practice in Japan, CRICED, University of Tsukuba.
Cropley, A.J., (1980). Toward A System of Lifelong Education. Oxford:Pergamon
Press.
Delors, J. , (1996). Learning: The treasure Within. Paris: Unesco
DePorter, N., dkk. (1999) Quantum Learning. Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan. Bandung. Kaifa
Dorlan, N.M., (1997). Upaya dan Strategi Penghapusan Kemiskinan Melalui
Kegiatan Belajar Masyarakat: Surabaya. Seminar Nasional dan Konferensi IPPSI.
Elias, J.L., dkk (1980) Philosophical Foundation of Adult Education. Malabar florida. Robert E. Kreiger.
EU Memo, (2000) Memorandum on Lifelong Learning, Commission Staff Working  Paper.
United Nations (1981) Popular Participation as a Strategy for Planning
Community Level Action and National Development, New York: United Nations.
Yeaxlee, B. (1929) Lifelong Education. A sketch of the range and significance of the adult education movement, London: Cassell and Company.

Zaenudin Arif, (1984), Andragogi, Bandung, Angkasa

1 komentar:

  1. aku izin presentasi kak dengan penggalan makalahnya terima kasih sangat membantu

    BalasHapus

"Silahkan Berkomentar Susuai Topik atau Artikel di Atas Terimakasih"

Transparent Sexy Pink Heart