BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sain (IPTEKS) sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tersebut, arus informasi datang dari berbagai penjuru dunia secara cepat dan melimpah ruah.
Era globalisasi sebagai era keterbukaan ditandai oleh adanya persaingan atau kompetisi. Oleh karenanya kualitas sumber daya manusia menjadi kunci utama untuk memenangkan persaingan atau kompetisi tersebut. Mereka yang mampu memprediksi apa yang terjadi ke depan, dan merelisasikan apa yang menjadi kebutuhan ke depan, akan memetik manfaat paling maksimal. Bagi bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri sedini mungkin memasuki era tersebut utamanya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani dan rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai belajar dan norma-norma tersebut serta mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan.
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah), bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru sehingga keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sangat kurang dan guru sangat jarang memberikan waktu atau meminta siswa untuk menyelesaikan atau mendiskusikan masalah yang diberikan untuk dikerjakan secara individu maupun dengan teman dalam kelompok. Guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan fasilitas atau kemudahan bagi subjek belajar atau siswa. Keberhasilan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh pemahaman dan keaktifan belajar siswa dalam memahami materi.
Pemahaman konstruktivisme memandang bahwa pengajar sebagai mitra bagi siswa dalam menemukan pengetahuan, dimana siswa mengkonstruk setiap objek yang diterima berdasarkan pengalaman-pengalamannya di lingkungan.Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid melainkan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Kegiatan mengajar di sini adalah sebuah partisipasi dalam proses belajar. Pengajar ikut aktif bersama siswa dalam membentuk pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan memberikan penilaian-penilaian terhadap berbagai hal. Mengajar dalam konteks ini adalah membantu siswa untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri.
Apakah teori pembelajaran kontruktivisme itu?
Bagaimana pandangan tokoh terhadap teori kontruktivisme?
Bagaimana strategi dan prinsip pembelajaran berdasarkan kontruktivisme?
Bagaimana peran guru terhadap teori pembelajaran kontruktivisme?
Apa kekurangan dan kelebihan teori kontruktifisme?
Tujuan
Mengetahui apa itu teori kontruktivisme
Mengetahui pandangan para tokoh terhadap teori kontruktivisme
mengetahui strategi dan prinsip dalam pembelajaran kontruktivisme
Memahami peran guru terhadap tori pembelajarn kontruktivisme
Mengetahui kekurangan dan kelebihan teori kontruktivisme
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Teori Belajar Konstruktifisme
Teori belajar konstruktifisme merupakan teori belajar yang didasarkan pada ide bahwa siswa harus menjadikan informasi atau pengetahuan itu miliknya sendiri. Menurut teori konstruktifisme, belajar adalah suatu proses siswa itu sendiri harus secara pribadi dan secara aktif menemukan dan membangun pengetahuan yang kompleks untuk menjadikan pengetahuan itu miliknya sendiri. Belajar merupakan kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya.
Menurut pandangan konstruktivisme pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa di transfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Siswa harus membangun sendiri pengetahuannya dalam benaknya sendiri.
Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia atau suatu proses dimana pembelajaran secara aktif membangun gagasan – gagasan atau konsep – konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki. Guru membantu siswa dalam proses tersebut dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan membimbing siswa menemukan dan menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar. Dalam hal ini “guru memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun siswa sendiri yang harus memanjat tangga tersebut.
Belajar menurut konstruktifisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Teori konstruktifisme mendefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik atau stimulus respon, konstruktifisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan membeeri makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.
Kosntruktifisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Menurut teori ini satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa mnjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan cacatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa makna belajar menurut konstruktifisme adalah aktifitas yang aktif, dimana peserta didik membangun sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide – ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya. Dalam mengkonstruksi pengetuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga memperoleh konstruksi yang baru.
Kaitannya dengan pembelajaran, menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Teori ini adalah merupakan peningkatan dari teori yang dikemukakan oleh Piaget, Vygotsky dan Bruner. Konsep pembelajaran yang mengondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peran siswa untuk dapat membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.
Tokoh dan Pandangan Teori Konstruktivisme
Berkaitan dengan Konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang dikaji dan dikembagkan oleh Jean Piaget dan Vygotsky. Kedua teori dapat diuraikan sebagai berikut.
Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori konstruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lanpangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator.
Pandangan tentang anak dari kalangan kostruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan lingkungan disebut dengan skemata. Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama – sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempurnalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan atau pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasi dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi
Dalam menghadapi ranagsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Ekuilibrasi / Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara pross asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan dari tindakan, Piaget yakin bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.
Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak didik secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka.
Beberapa prinsip dalam pandangan konstruktivisme kognitif Piaget antara lain:
Perkembangan kognisi bergantung sebagian besar pada manipulasi anak terhadap dan interaksi aktif dengan lingkungan.Konstruktivisme Piaget meneknkan peran aktif pelajar dalam membangun pemahaman mereka sendiri tentang realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka.
Pembelajaran yang bik harus memberikan anak situasi – situasi dimana anak itu mandiri melakukan eksperimen.Lebih menekankan proses belajar pada aspek tahapan perkembangan intelektual.
Teori Belajar Konstruktivisme Sosial Vygotsky
Menurut pandangan Vygotsky tiap siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pemikiran dan kegiatan siswa itu sendiri.Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurutnya, proses pembelajaran akan terjadi bila anak bekerja atau menangani tugas yang belum dipelajari, namun tugas tersebut masih dalam jangkauan anak yang disebut dengan zone of proximal development (daerah tingkat perkembangan sedikit diatas daerah perkembangan seseorang sendiri berkaitan dengan pembelajaran).Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat
prinsip seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000:256) :
Pembelajaran sosial (sosial learning).Pendekatan pembelajaran yang sesuai adalah pmbelajaran kooperatif. Menurut Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaktif bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap.
Daerah perkembangan terdekat (zone of proximal development=ZPD).
Bahwa siswa dapat mempelajari konsep-konsep ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa dapat memecahakan masalah dengan bantuan atau motivasi dari orang di sekitarnya.
Masa magang kognitif (cognitive apprenticeship).
Merupakan suatu proses siswa untuk mempeoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli.
Pembelajaran termediasi (mediated learning)
Vygotsky menekankan pada Scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit dan realistik srta diberi bantuan ntuk memecahkan masalah tersebut.
Kontruktivisme sosial berasal dari Vygotsky. Asumsi Vygotsky adalah bahasa merupakan aspek sosial. Menurutnya pembicaraan egosentrik merupakan permulaan dari pembentukan inner speech (kemampuan bicara yang pokok) yang akan digunakan sebagai alat dalam berpikir. Menurut Vygotsky, inner speech berperan dalam pembentukan pengertian spontan. Pengertian spontan mempunyai dua segi suatu pengertian dalam dirinya sendiri dan pengertian untuk orang lain. Pengertian yang terakhir ini menjelaskan pengertian yang diletakkan dalam pembicaan untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain. Dua pengertian itu membentuk ketegangan dialekti sejak awal. Individu terus berusaha untuk mengungkapkan pengertian mereka dengaan simbol yang sesuai untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Vygotsky membedakan antara pengertian spontan dan pengertian ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman sehari- hari. Pengertian ini tak terdefinisikan dan terangkai secara sistematis logis. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari kelas. Pengertian ini adalah pengertian formal yang terdefinisikan secara logis dalam suatu sistem yang lebih luas. Dalam proses belajar terjadi perkembangan dari pengertian spontan ke ilmiah. Menurut Vygotsky pengertian ilmiah tidak datang dalam bentuk yang jadi pada seorang anak, pengertian itu mengalami perkembangan. Ini tergantung pada tingkat kmampuan anak untuk menagkap suatu model pengertian yang lebih ilmiah. Dalam proses belajar, kedua pengertian tersebut saling berelasi dan saling memengaruhi. Pengertian ilmiah seakan bekerja kebawah, yaitu menekankan logika kepada pikiran anak, sehingga pengertian yang sepontan di angkat atau di analisis secara lebih ilmiah. Sementara, pengertian sepontan seakan bekerja ke atas, yaitu berusaha bertemu dengan pengertian yang lebih ilmiah dan membiarkan diri menerima segi logis formal dari pengertian ilmiah tersebut. Dengan demikian semakin orang belajar, ia akan semakin mengangkat pengertianya menjadi pengertian ilmiah.Vyotsky mengunakan istilah Zo-ped yaitu suatu wilayah tempat bertemu antara pengertian spontan anak dengan pengertian sistematis, logis orang dewasa. Wilayah ini berbeda dari setiap anak dan ini menunjukkan kemampuan anak dalam menangkap logikan dari pengertian ilmiah.
Dikotomi kontruktivisme sosiokulturisme dan personal seolah ada konflik di antara keduanya. Dikotomi itu berpangkal pada persoalan siapa yang mengontruksi pengetahuan.
Apakah belajar sebagai proses pengaturan kognitif seseorang secara sendiri atau lebih merupakan proses inkulturasi dalam masyarakat. Apakah proses konstruksi pengetahuan terjadi secara pribadi atau lebih bersifat sosio-kultural?
Menurut Paul Suparno prespektif itu sama- sama mengimplikasikan pentingnya keaktifan peserta didik dalam belajar. Keduanya menekankan pada tindakan terhadap objek . Hanya saja yang satu lebih menekankan pentingnya keaktifan individu dalam melakukan tindakan terhadap objek, sedangkan yang lain lebih menekankan pentingnya lingkungan sosial-kultural dalam melakukan tindakan terhadap objek.
Perbadingan anatara teori Jean Piaget dan Vygotsky menurut Santrock sebagai berikut :
TOPIK
JEAN PIAGET
VYGOTSKY
KONTEKS SOSIAL KULTURAL
Sedikit penekanan
Penekanan kuat
KONSTRUKTIVISME
Konstruktivis kognitif
Konstruktivis sosial
TAHAPAN
Penekanan perkembangan kognitif (sensorimotor, praoprasional, operasional konkret, dan operasioanal formal)
Kurang menakan perkembangan kognitif
PROSES KONSTRUKSI
Skemata, asimilasi, akomodasi, equilibirasi
Zo-ped, bahasa, dialog adalah dari kultur
PERAN BAHASA
Perkembangan kognitif menentukan bahasa
Bahasa memainkan peraturan kuat dalam membentuk pemikiran
PERAN PENDIDIKAN
Pendidikan memperbaiki keterapilan kognitif peserta didik
Pendidikan memainkan peran sentral, membantu peserta didik mempelajari alat-alat kultur
IMPLIKASI PENGAJARAN
Guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk menemukan pengetahuan
Guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk belajar bersama guru, teman, dan para ahli.
Cara mengajar guru sangat dipengaruhi oleh pemahamanya tentang pembelajaran. Selama ini prinsip- prinsip teori belajar behavioris amat mendominasi pemahaman guru perihal tersebut. Cara mengajar guru telah lama terpola dalam peikiran behavioris. Mendekonstruksi mindset guru dari cara-cara mengajar berdasarkan behavioris ke cara-cara mengajar bersdasarkan behavioris ke cara-cara mengajar berbasis konstruktivisme tentu bukan pekerjaan mudah. Analisis komparatif terhadap keduanya kiranya dapat membantu upaya pendekonstruksian tersebut.
Strategi – Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme lebih menekankan pada upaya membantu siswa untuk membangun/ mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman belajar yang dilakukannya . Dalam praktek pembelajaran di dalam kelas , beberapa strategi pembelajaran konstruktivisme antara lain :
1. Proses Top-Down
Siswa memulai dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan. Sebagai contoh siswa dapat diminta untuk menuliskan suatu susunan kalimat, dan baru kemudian belajar tentang mengeja, tata bahasa , dan tanda baca.
2. Pembelajaran dengan Bantuan (Scaffolding)
Scaffolding merupakan strategi yang pertama-tama dikenalkan vygostky dimana dalam strategi ini guru diharapkan dapat memberikan bantuan belajar bagi siswa pada saat-saat yang paling penting dalam pembelajaran mereka. Scaffolding merupakan konsep pembelajaran dengan bantuan atau dikenal juga dengan istilah assisted learning atau mediated learning. Scaffolding adalah metode mengajar dimana guru memandu pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa akan menguasai tuntas ketrampilan-ketrampilan yang pemfungsian kognitif yang lebih tinggi. dalam Scaffolding guru memberikan bantuan belajar pada siswa yang lebih terstruktur pada awal pelajaran dan secara bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar kepada siswa untuk bekerja atas arahan diri mereka sendiri.
3. Pembelajaran Kooperatif ( Cooperative Learning)
Merupakan strategi pembelajaran dimana siswa diharapkan dapat menyelesaikan tugas-tugas terstruktur yang kompleks dalam tim atau kelompok kerja yang hiterogen. Dengan demikian, siswa-siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya . Beberapa strategi pembelajaran kooperatif dalam penerapannya dapat disajikan dengan beberapa model seperti model STAD, Jigsaw, TGT, dan GI (Uraian tentang pembelajaran kooperatif akan dirauk pada bab tersendiri).
4. Generative learning (pembelajaran generative)
pembelajaran generatif menekankan pada pengintegrasian aktif materi baru dengan skemata yang ada di benak siswa. Belajar itu di temukan meskipun apabila kita menyampaikan sesuatu kepada siswa mereka harus melakukan operasi mental dengan informasi itu untuk membuat informasi itu masuk kedalam pemahaman mereka.
5. pembelajaran dengan penemuan
Siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan merekan menemukan prinisp-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Prinsip – Prinsip Belajar Berdasarkan Teori Konstruktivisme
Prior Knowledge/previus exprience
Faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar adalah apa yang telah diketahui oleh peserta didik. Kontruksi pengetahuan tidak berangkat dari “pemikiran kosong” (blank mind), peserta didik harus memiliki pengetahuan tentang apa yamng hendak diketahui. Pengetahuan ini disebut pengetahuan awal/dasar (prior knowledge).
Conceptual-Change Proces
Proses perubahan konseptual (conceptual-change proces) merupakan proses pemikiran yang terjadi pada diri peserta didik ketika peta konsep yang dimilikinya dihadapkan dengan situasi dunia nyata. Dalam pross ini peserta didik melakukan analisis,sintesis dan berargumentasi, mengambil keputusan, dan menarik kesimpulan sekalipun bersifat tentatif. Kontruksi pengetahuan yang bersifat viabilitas artinya konsep yang telah terkontruksi bisa jadi tergeser oleh konsep lain yang lebih bisa di terima
Kontruksi pengetahuan membutuhkan kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, kemampuan membandingkan, kemampuan mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan serta kemampuan lebih menyukai yang satu dari pada yang lain.
Implikasi Teori Konstruktivisme dalam pembelajaran
Implikasi konstruktivistik dalam pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut:
Orientasi merupakan fase untuk memberi kesempatan kepada peserta didik memerhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi pembelajaran.
Elicitasi merupakan fase untuk membantu peserta didik menggali ide-ide yang dimilikinya dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka melalui poster, tulisan yang dipresentasikan kepada seluruh peserta didik.
Restrukrisasi ide dalam hal ini peserta didik melakukan Klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain atau teman melalui diskusi. Berhadapan dengan ide-ide lain seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasannya, kalau tidak cocok. Sebaliknya menjadi lebih yakin jika gagasannya cocok. Membangun ide baru hal ini terjadi jika dalam diskusi idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-temannya. Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Jika dimungkinkan, sebaiknya gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu percobaan atau persoalaan yang baru.
Aplikasi ide dalam langkah ini ide atau pengetahuan yang telah dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan peserta didik lebih lengkap bahkan lebih rinci.
Reviu dalam fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih lengkap. Jika hasil reviu kemudian dibandingkan dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki, maka akan memunculkan kembali ide-ide (elicitasi) pada diri peserta didik.
Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pengembangan pembelajaran kontruktivisme adalah:
Prior Knotoledge/Previous Experience
Salah satu faktor yang sangat memengaruhi proses belajar adalah apa yang telah diketahui oleh peserta didik. Konstruksi pengetahuan tidak berangkat dari “pikiran kosong” (blank mind), peseta didik harus memiliki pengetahuan tentang apa yang hendak diketahui. Pengetahuan ini disebut pengetahuan awal/dasar (prior knowledge).
Conceptual-Change Proces
Proses perubahan konseptual (conceptual-change proces) merupakan proses pemikiran yang terjadi pada diri peserta didik ketika peta konsep yang dimilikinya dihadapkan dengan situasi dunia nyata. Dalam proses ini peserta didik melakukan analisis, sintesis, berargumentasi, mengambil keputusan, dan menarik kesimpulan sekalipun bersifat tentatif. Konstruksi pengetahuan yang dihasilkan bersifat viabilitas artinya konsep yang telah terkonstruksi bisa jadi tergeser oleh konsep lain yang lebih dapat diterima.
Konstruksi pengetahuan membutuhkan kemampuan mengingat dan mengungkapakan kembali pengalaman, kemampuan membandingkan, kempuan mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan serta kemampuan lebih menyukai yang satu dari pada yang lain.
Peran Guru dalam Teori Pembelajaran Konstruktivisme
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme:
Guru sebagai fasiitator daam pembelajaran yang dapat member pengetahuan yang bermakna dan relevan.
Guru tidak hanya memberikan pengetahuan paada siswa, melainkan siswa harus dapat membangun pengetahuan dalam fikirannya sendiri.
Guru menyusun kelompok-kelompok bagi siswa yang memiliki tingkat kemampuan berbeda.
Guru memberikan bantuan dalam belajar pada saat-saat penting dalam pembelajaran mereka (Scaffokling).
Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstruktifisme
Kelebihan dan kekurangan teori kontruktivisme :
Kelebihan teori belajar kontruktivisme :
Hasil belajar menjadi lebih bermakna.
Siswa lebih termotivasi dalam meningkatkan kegiatan belajar..
Siswa dapat menemukan bahan materi dan pengetahuan yang sebelumnya hanya berupa pengetahuan dangkal.
Siswa dapat lebih meningkatkan kemampuan berfikir dan mengasah kemampuan otak mereka.
Melalui teori kontruktivisme siswa dapat pula meningkatkan daya ingatnya.
Kekurangan teori belajar kontruktivisme :
Tidak cocok bagi siswa yang pasif sehingga guru harus menentukan model pembelajaran yang tepat misalnya model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran tidak memusat terhadap kurikulum yang ada sedangkan hasil pembelajaran dilihat dari kompetensi siswa saja.
Waktu yang digunakan cukup lama untuk menerapkan teori kontruktivisme di dalam kelas.
Guru yang malas akan sulit menerapkan teori kontruktivisme.
0 komentar:
Posting Komentar
"Silahkan Berkomentar Susuai Topik atau Artikel di Atas Terimakasih"