BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikam jasmani merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan pada umumnya karena mempunyai tugas
yang sama yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh baik segi
kognitif, afektif, maupun psikomotorik melalui aktivitas jasmani. Aktivitas jasmani merupakan materi pokok dalam
pendidikan jasmani yang berupa olahraga maupun non olahraga. Salah satu
aktivitas jasmani adalah bermain. Aktivitas bermain sudah dilakukan sejak masa
kanak-kanak sampai dengan dewasa.
Bermain merupakan salah satu
aktivitas jasmani yang sangat disukai anak dalam kehidupan sehari-hari sehingga
dapat digunakan sebagai salah satu sarana pendidikan jasmani di sekolah.
Bermain bagi anak merupakan kegiatan harian yang sangat menarik dan
menyenangkan untuk dilakukan di waktu luang.
Seperti dimukakan oleh Plato dalam Tedjasaputra (2001) bahwa bermain
mempunyai nilai praktis dalam kehidupan anak. Anak-anak akan lebih mudah
mempelajari aritmatika dengan cara membagi apel kepada teman-temannya. Bermain
bagi anak mempunyai arti penting terhadap perkembangan fisik, psikis, maupun
sosial anak. Melalui bermain secara fisik anak akan mengalami perubahan dalam
hal pertumbuhan dan perkembangan fisik anak seperti bertambahnya berat dan
tinggi badan serta kemampuan ototnya semakin berkualitas. walaupun selalu
beraktifitas secara terus menerus dalam kesehariannya Melalui bermain juga
dapat membantu penguasaan kemampuan gerak dasar anak, seperti gerak lokomotor,
non lokomotor maupun manipulasi.
Aktivitas bermain juga mampu
meningkatkan unsur-unsur kondisi fisik siswa semakin baik seperti kecepatan,
kekuatan, daya ledak, kelentukan, keseimbangan, dan lain-lain.
Secara psikis aktivitas bermain juga mampu membantu perkembangan
jiwa anak secara wajar dalam hal tingkahku, emosi, kecerdasan, keberanian, rasa
percaya Diri dan social. Melalui bermain pun berfungsi melatih bermasyarakat
bagi anak-anak, sebab dengan barmain anak-anak akan bertindak jujur, disiplin
dan taat aturan. Fungsi bermain bagi perkembangan fisik, psikis, maupun sosial
anak tidak dapat dipungkiri oleh karena itu tepatlah aktivitas bermain ini
sebagai sarana pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah, selain itu melalui
bermain anak merasa senang gembira dalam melakukan aktivitasnya sehingga
situasi ini merupakan situasi
yang
kondusif untuk kegiatan pembelajaran. Sebab suatu kegiatan pembelajaran
pendidikan jasmani dengan situasi yang kondusif (menarik, menyenangkan,
menggembirakan) akan mempermudah/mempercepat pencapaian suatu tujuan
pembelajaran tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teori bermain anak usia dini ?
2. Apa saja karakteristik bermain anak usia dini ?
3. Bagaimana pemahaman tentang orientasi bermain pada masa lalu dan masa
depan?
4. Apa saja teori – teori yang mendasari bermain bagi anak usia dini ?
5. Bagaimana perkembangan bermain pada anak usia dini ?
6. Apa fungsi dan manfaat bermain bagi anak ?
7. Apa faktor-faktor yang menyebabkan bermain anak usia dini ?
8. Apa saja tahapan dan perkembangan permainan ?
9. Apa saja jenis dan bentuk permainan?
10. Apa saja aspek permainan?
11. Apa saja manfaat bermain dan kreativitas?
12. Apa saja manfaat bermain dan terapeutik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mendefinisikan pengertian bermain pada anak usia dini
2. Menjelaskan bagaimana anak usia dini bermain
3. Menganalisa teori – teori bermain
bagi anak usia dini
4. Menjelaskan tahapan dan perkembangan bermain anak usia dini
5. Mendeskripsikan fungsi dan manfaat bermain anak usia dini
6. Mendiskusikan faktor – faktor bermain bagi anak usia dini
1.4 Manfaat Penulisan
1.
Mengetahui definisi bermain pada anak usia
dini
2.
Mengetahui permainan bagi anak usia dini
3.
Mengenali faktor – faktor dalam bermain
4.
Mengetahui manfaat bermain bagi anak usi dini
5.
Mengetahui perlunya bermain bagi anak usia
dini
6.
Mengetahui faktor – faktor bermain anak usi
dini
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bermain
Menurut Diana
Mutiah (2010), bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Bermain harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas
keputusan anak itu sendiri. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang,
sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses pada
belajar.
Mengapa anak
bermain? Anak-ank belajar melalui permainan mereka. Pengalaman bermain yang
menyenangkan dengan bahan, benda, anak lain, dan dukungan orang dewasa membantu
anak-anak berkembang secara optimal.
Menurut Drs.
Agoes Dariyo, Psi.(2007), bermain (play) merupakan suatu aktivitas yang menyenagkan,
spontan dan didorong oleh motivasi internal yang pada umumnya dilakukan oleh
anak-anak. Bermain merupakan aktivitas
utama yang dilakukan dalam kehidupan anak. Anak melakukan kegiatan bermain
dengan sungguh-sungguh. Karena bermain memberi kesenangan dan kebahagiaan dalam
diri anak. Bermain juga memberi manfaat positif untuk pengembangan potensi
anak.
2.2 Karakteristik Bermain Anak
Pada hakikatnya
anak selalu termotivasi untuk bermain. Artinya bermain memberi kepuasan pada
anak. Melalalui bermain anak mengalami kesenangan yang selalu memberikan
kepuasan baginya.
Ada 5 karakteristik dalam bermain yaitu:
1) Menyenangkan
Setiap anak merasa senang melakukan kegiatan bermain.
Karna bermain dapat mengekspresikan potensi-potensi bakat, kecerdasan,
kreativitas maupun dorongan untuk bergaul dalam suasana kegiatan bermain.
Bermain juga dapat mengatasi ketenangan, stress, kecemasan maupun
kebosanan yang di alami oleh anak.
2) Spontan
Seorang bayi atau anak secara spontan akan melakukan
kegiatan bermain yang dilakukan sendiri atau bersama orang lain. Sifat
spontanitas merupakan sifat utama bagi setiap anak. Mereka akan melakukan
segala sesuatu secara spontan tanpa ada paksaan dari orang tua atau orang lain.
Oleh karena itu anak mulai bermain dengan menggunakan organ tubuhnya sendiri
misalnya menggigit jari, menggerak-gerakkan tangan, kaki dan sebagainya.
3) Proses
Anak melakukan kegiatan bermain tidak didasarkan
motif-motif, artinya ia merasa tulus dalam melakukan kegiatan tanpa ada
pamrih-pamrih tersembunyi. Mereka sudah memperoleh rasa senang bila diberi
kesempatan untuk melakukan kegiatan bermain. Karena bermain merupakan kegiatan
yang dapat menunjang perkembangan potensi pembelajaran bagi anak untuk
mengembangkan intelektual, kreativitas, bakat, kemampuan bersosialisasi,
keterampilan berkomunikasi maupun kemampuan lainnya.
4) Motivasi Internal
Yang dimaksud dengan motivasi
internal (internal motivation) ialah motivasi yang berasal dari dalam diri
sendiri dan tidak dipengaruhi oleh orang lain. Anak melakukan kegiatan bermain
didasari oleh motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri. Mereka melakukan
kegiatan bermain tanpa disertai motif tertentu yang cenderung mengganggu
kegiatan tersebut, Misalnya bermain untuk memperoleh makanan dari teman lain.
5) Imajinatif
Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan
oleh anak, kegiatan bermain umumya disertai dengan kemampuan imajinasi yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi intelektual, emosi, psikomotorik maupun
keterampilan sosial. Taraf imajinasi dimanfaatkan untuk permainan sesuai dengan
tahap usia perkembangan misalnya bayi, anak usia bawah tiga tahun, anak usia
bawah lima tahun, anak tengah, dan remaja.
2.3 Pemahaman tentang Orientasi Bermain pada Masa Lalu
dan Masa Depan
Bermain pada
awalnya belum mendapat perhatian khusus karena kurangnya pengetahuan tentang
psikoligi perkembangan anak dan kurangnya perhatian terhadap perkembangan anak.
Plato dianggap orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai
praktis dan bermain. Menurut Plato anak-anak akan lebih mudah mempelajari
aritmatika dengan cara membagikan apel kepada anak-anak. Dengan memberikan alat
permainan miniatur balok-balok kepada anak usia tiga tahun pada akhirnya akan
mengantar anak tersebut menjadi seorang ahli bangunan. Aristoteless dalam Teori
Katarsis-nya memandang permainan itu sebagai saluran untuk menyalurkan
perasaan tidak dapt dinyatakan kea rah yang baik. Aristoteles juga berpendapat
bahwa anak-anak perlu didorong untuk bermain dengan apa yang akan mereka tekuni
dimasa dewasa nanti. Berkat tokoh-tokoh pendidikan seperti Comenius 9
(abad ke-17), Rousseau, Pestalozzi, dan Frobel 9 abad
ke-18 dan awal abad ke-19) akhirnya lambat laun pendidik dapat menerima
pendapat bahwa pendidikan untuk anak perlu disesuaikan dengan minat serta tahap
perkembangan anak. Frobel lebih menekankan pentingnya bermain dalam belajar
karena berdasarkan pengalamannya sebagai guru dia menyadari bahwa kegiatan
bermain maupun mainan yang dinikmati anak dapat dipergunakan untuk menarik
perhatian dana mengembangkan pengetahuan mereka.
Plato,
Aristoteles, dan Frobel menganggap bermain sebagai kegiatan yang mempunyai
nilai praktis. Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Sayangnya pada masa tersebut
teori psikologi perkembangan anak belum mempunyai sistematika yang teratur,
akibatnya apa yang dikemukakan minat, kapasitas serta pengetahuan anak sulit
dibuktikan.
2.4 Teori-teori Bermain Anak Usia
Dini
a. Teori-Teori Klasik
Teori Klasik
yaitu teori yang muncul dari abad ke-19 sampai Perang Dunia 1. Teori klasik
mengenai bermain dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Teori suplus dan energi dan reaksi
2. Teori rekapitulasi dan praktis
Dari
pertengahan sampai dengan akhir abad ke-19 teori evolusi sedang berkembang,
sehingga pembahasan teori bermain banyak dipengaruhi oleh paham tersebut.
Bermain mempunyai fungsi untuk memulihkan tenaga seseorang setelah bekerja dan
merasa jenuh. Pendapat ini dipertanyakan karena pada anak kecl yang tidak
bekerja tetap melakukan kegiatan bermain. Jadi, penjelasan mengenai kenapa
terjadi kegiatan berain pada makhuk hidup belum dapat dijawab secara memuaskan.
b. Macam-Macam Teori-Teori Klasik
1. Teori Surplus Energi
Teori ini diajukan oleh Friedrich Schiler dan
Herbert Spencer, yang menyatakan bahwa mengapa ada perilaku bermain karena ada
surplus energi. Bermain dipandang sebagai penutup atau klep keselamatan pada
mesin uap, energi atau tenaga yang berlebih pada seseorang perlu dibuang atau
dilepaskan melalui bermain.. Kelebihan tenaga dalam arti kekuatan dan vitalitas
pada anak atau orang dewasa yang belum digunakan sebaiknya disalurkan dalam
kegiatan bermain. Teori surplus energi mempunyai pengaruh besar terhadap psikologi,
namun teorinya dirasakan kurang tepat dan mendapat tantangan. Contohnya, anak
biasanya akan cepat-cepat menyelesaikan tugas kalau dijanjikan bermain setelah
tugasnya selesai. Mula-mua para pembuat teori percaya bahwa bermain hanya untuk
mengeluarkan kelebihan energi belaka, namun kemudian ada kelemahan dari teori
ini, yaitu anak-anak sering ingin tetap bermain walau sebenarnya mereka telah
mendekati kelelahan sangat (Frost, 1992).
2. Teori Rekreasi
Teori ini
diajukan oleh Moritz Lazarus, mengatakan bahwa tujuan bermain adalah untuk
memulihkan energi yang sudah terkuras saat bekerja karena bekerja menguras dan
menyebabkan berkurangnya tenaga. Tenaga ini dapat dipulihkan dengan cara tidur
atau dengan cara yang lain. Bermain adalah lawan dari bekerja dan merupaka cara
yang paling ideal untuk memulihkan tenaga. Permainan merupakan imbangan antara
kerja dengan istirahat. Apabila seseorang telah bekerja, maka ia memerlukan
bermain untuk menghilangkan kepenatan akibat bekerja. Contoh, anak-anak di
sekolah karena terlalu lama duduk di kelas akan memerlukan kebebasan, sehingga
begitu jam istirahat anak merasa bebas dan senag. Teori yang dikemukakan oleh
Lazarus terkesan kurang ilmiah walaupun teori ini bisa menjelaskan aktivitas
relative yang dilakukan orang dewasa, seperti bermain bola atau catur dalam
selingan setelah bekerja keras. Walau tidak ilmiah, tetapi pengaruh teori ini
nyata dalam pembelajar di Taman Kanak-Kanak, di mana kegiatan yang tenang,
artinya yang tidak mengeluarkan banyak energi, seperti bermain melukis, dengan
kegiatan yag banyak menggunakan banyak energy, seperti bermain tangkap-lari,
lompat tali, dan lain lain.
3. Teori Rekapitulasi
Diajukan oleh G. Stanley Hall, yang mayakini
bahwa anak merupakan mata rantai evolusi dari binatang hingga menjadi manusia.
Artinya anak menjalankan semua tahap evolusi, seperti protozoa (hewan bersel
satu) hingga menjadi janin. Teori G. Stanley Hall disebut juga teori Atavisme
yaitu permainan anak itu ulangan daripada nenek moyang . Teori ini setuju
dengan pendapat Haeckel, yang mengatakan bahwa menurut hukum biogenesis
tiap-tiap anak itu mengulangi kembali jiwa raganya seperti pemburu, petani, dan
lainnya. Contohnya, kesenangan anak untuk bermain air dapat dikaitkan dengan
kegiatan nenek moyangnya, spesies ikan yang mendapat kesenagan di dalam air.
4. Teori Praktis atau Insting Naluri
Diajukan oleh Karl Groos, yang meyakini bahwa
bermain berfungsi untuk memperkuat insting yang dibutuhkan guna kelangsungan
hidup di masa datang. Teori Karl Groos disebut pula sebagai Teori Teleologi,
yaitu bahwa permainan mempunyai tugas pokok, maksudnya dengan bermain terjadi
proses biologis atau proses berfungsinya organ-organ tubuh, maka disebut juga
dengan Teori Fungsi, yaitu mengembangkan fungsi yang tersembunyi dalam diri
seseorang. Dasar Teori Groos adalah prinsip seleksi alamiah yang dikemukakan
oleh Charles Darwin. Binatang dapat mempertahankan hidupnya karena dia
mempunyai ketrampilan yang diperoleh melalui bermain. Bayi yang baru lahir dan
binatang mempunyai insting yang tidak sempurna dan insting itu penting guna
mempertahankan hidup. Bermain bermanfaat untuk makhluk yang masih muda dalam
melatih dan menyempurnakan instingnya. Jadi tujuan bermain adalah sebagai
sarana latihan dan mengolaborasi ketrampilan yang diperlukan saat dewasa nanti.
Karl Groos memberi sanggahan dengan mengatakan bermain adalah sesuatu yang
menyenangkan di masa muda, oleh karena itu tetap dilakukan di masa dewasa.
Groos mengatakan bahwa pada binatang yang sudah dilengkapi dengan insting,
tidak perlu bermain karena mereka sudah mempertahankan diri secara instingtif.
Beda halnya dengan binatang yang mempunyai tingkat evolusi lebih tinggi dan
manusia memerlukan perlindungan serta perawatan lebih lama agar dapat
mempertahankan hidupnya. Teori yang dikemukakan oleh Karl Gross mempunyai
kelemahan, teapi sekaligus memberi sumbangan karena kegiatan bermain yang
dulunya dianggap tidak berguna, pada kenyataannya mempunyai manfaat secara
biologis, paling tidak untuk mempertahankan hidup.Selain itu, pendapat bahwa
bermain merupakan melatih ketrampilan tertentu masih bisa diterima. Walaupun
teori ini mempunyai kelemahan tetapi teori Groos merupakan semacam latihan awal
di mana bermain mempersiapkan anak-anak untuk peran-peran yang akan dilakukan
dikemudin hari.
5. Teori Sublimasi
Diajukan oleh Claparede, yang berpendapat
bahawa bermain bukan saja untuk berfungsinya organ-organ tubuh, tetapi
merupakan suatu sublimasi atau pelarian yang positif dari tekanan perasaan yang
berlebihan. Dengan sublimasi orang akan berusaha untuk menjadi lebih mulia,
lebih tinggi lebih indah dari yang semula. Teori Claparede disebut juga Teori
Fantas (Fiksi) yaitu bahwa anak itu bermain karena dalam hidupnya
sehari-hari tidak mendapat kepuasan sehingga lari ke fantasi di dalam
permainannya, ditempat ia dapat melepas segala kehendak dan kemauannya.
6. Teori Reinkarnasi
Berpendapat bahwa anak-anak selalu bermain
dengan permainan-permainan yang dilakukan nenenk moyangnya. Tetapi, permainan
itu disesuaikan dengan kemajuan ilmu dan teknlogi sehingga mengalami perubahan.
c. Teori Modern
Teori Modern yaitu teori yang muncul sesudah
perang Dunia 1. Perbedaan utamanya adalah teori modern member tekananpada
konsekuensi bermain bagi anak. Teori modern mengkai tentang bermain, tetapi
juga berusaha menjelaskan manfaat bermain bagi perkembangan anak.
d. Teori-Teori Modern tentang bermain
Teori
|
Peran bermain dalam Perkembangan Anak
|
Psikoanalitik
|
·
Mengatasi pengalaman traumatik, coping
terhadap frustasi
|
Kognitif-Piaget
|
·
Mempraktikkan dan melakukan konsolidasi
konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya
|
Kognitif-Vigotsky
|
·
Memajukan berfikir abstrak, belajar dalam
kaitan ZPD; pengaturan diri
|
Kognitif Jerome Bruner
|
·
Memberi penekanan pada fungsi bermain
sebagai sarana mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas
|
Kogitif-Bruner/Sutton-Smith
|
·
Memunculkan fleksibilitas perilaku dan
berpikir, imajinasi dan narasi
|
Singer
|
·
Mengatur kecepatan stimulasi dari dalam dan
dari luar
|
Arousal Modulation
|
·
Tetap membuat anak terjaga pada tingkat
optimal dengan menambah stimulasi
|
Bateson
|
·
Memajukan kemampuan untuk memahami berbagai
tingkatan makna
|
2.5 Perkembangan Bermain
Parten, seorang ahli psikologi perkembangan (Berk, 1996; Johnson, Christie & Yawkey, 1999; Papalia dkk.,
1998; Santrock, 1999). Mengungkapkan
4 (empat) jenis aktivitas bermain yang
biasanya dilakukan oleh anak-anak yakni:
1.Bermain Non-sosial (Non-social Activity or Solitary)
Anak cenderung asyik dan
khusuk dengan aktivitas bermainnya. Anak-anak usia 1-3 tahun cenderung
melakukan kegiatan bermain sendiri (non social play or solitary) tanpa
melibatkan orang lain dalam permainannya. Kegiatan bermain ini kadang-kadang
masih terjadi pada anak usia 3-4 tahun. Misalnya selama pra-sekolah Johny (3
tahun) menghabiskan waktu untuk mengobservasi aktivitas anak-anak yang lain
sedang mengerjakan permainan lego atau menyusun balok arsitektur sendiri.
2. Bermain Paralel (Parallel Play)
Anak bermain dalam lingkungan sosial yang terdiri dari anak-anak
yang juga sedang bermain, dalam permainan bermain memiliki masing-masing bermain
sendiri dan tidak ada hubungan antara anak satu dengan anak yang lain.
Masing-masing anak menggunakan daya imajinasi sesuai dengan tema kegiatan
bermainnya. Tema kegiatan bermain mereka berbeda, tetapi dapat juga memiliki
tema bermain yang sama. Namun anak memiliki partisipasi sosial yang terbatas
dalam kegiatan bermain.
3. Bermain Asosiatif (Associative Play)
Bermain asosiatif (associative play) yaitu suatu kegiatan bermain
yang di tandai dengan interaksi, komunikasi maupun percakapan antara satu anak
dengan anak yang lain. Dalam aktivitas bermain asosiatif, anak-anak sudah
saling berbicara dan mengomentari perilaku anak yang lain.
4. Bermain Kooperatif (Cooperative Play )
Bermain kooperatif (cooperative play) ialah kegiatan bermain yang
ditandai dengan kerjasama antara satu anak dengan anak yang lain untuk mencapai
tujuan tertentu sesuai dengan tema permainan tersebut. Anak-anak dalam
melakukan aktivitas bermain, sudah saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
bersama.
2.6 Fungsi dan Manfaat Bermain
Para ahli psikologi bermain seperti Hughes (1999), Johnson,
Christie & Yawkey (1999) sependapat bahwa bermain dapat memberi 5 manfaat
psitif terhadap perkembangan diri pada anak, antara lain:
1. Mengembangkan Kreativitas
Bermain kegiatan yang membutuhkan imajinasi, setiap anak
dituntut untuk kreatif dalam bermain agar dapat mengimbangi kegiatan bermain
yang dilakukan oleh anak-anak yang lain. kreativitas bermain harus tetap
sportif, menjunjung nilai kejujuran, mau mengakui kekalahan dan menerima
kemenangan orang lain.
2. Mengembangkan Keterampilan Sosial
Bermain sosial melibatkan kemampuan untuk berkomunikasi,
kerja sama, menghargai dan menerima orang lain, dan dapat menyesuaikan diri
dengan aturan kelompok. Bermain dapat melatih kemampuan untuk mengontrol diri,
mengurangi sifat-sifat egois dan mengembangkan keterampilan komunikasi dengan
orang lain.
3. Mengembangkan Keterampilan Psikomotorik
Kegiatan bermain banyak menggunakan keterampilan
psikomotorik kasar seperti bermain sepak bola, kasti, petak umpet, gobak sodor
(galasin). Secara aktif kegiatan bermain tersebut menguras energi fisik, Bagi
anak-anak hal itu cukup menentang karena memberi rasa senang, gembira dan tidak
akan membosankan.
4. Mengembangkan Kemampuan Berbahasa
Bermain sosial ditandai interaksi antara individu yang
sate dengan yang lain. keterampilan sosial (social skill) memerlukan kemampuan
berbahasa yaitu suatu keterampilan yang membutuhkan perbendaharaan kata,
mengolah kalimat dan mengungkapkan ekspresi emosi, pikiran atau pendapat kepada
orang lain dalam bahasa. Bermain sosial akan memberi manfaat dan dapat belajar
bersama untuk mengembangkan keterampilan
berbahasa dalam kelompok teman sebaya.
5. Sebagai Sarana Terapi untuk Mengatasi Masalah-masalah Psikologis
(Psychological Problems)
Bermain merupakan kegiatan mengekspresikan yang
berhubungan dengan ranah afektif, perasaan, emosi, pikiran maupun konatif
setiap anak. Psikoanalisa klasik dikemukakan oleh Sigmund Freud, bermain
merupakan sarana katarsis yaitu suatu kegiatan yang bermanfaat untuk mengatasi
masalah konflik psikoemosional individu. Bermain juga memberi pengaruh terhadap
psikoterapis bagi anak yang sedang menghadapi masalah secara psikoemosional.
2.7 Faktor-faktor Bermain Anak Usia Dini
Kegiatan yang paling menyenangkan bagi setiap anak adalah bermain.
Bila seorang anak dihadapkan pada dua pilihan yaitu belajar dan bermain, maka
anak cenderung memilih bermain dari pada belajar.
Kegiatan bermain dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu: (1) faktor
sosial-budaya, (2) faktor jender dan teman bermain, (3) faktor media masa, dan
(4) faktor ketersediaan sarana dan prasarana (Cohen, 1993; Hughes, 1999;
Johnson, Christie & Yawkey, 1999).
1.Faktor Sosial-budaya
Anak melakukan permainan, dari gambaran kehidupan lingkungan
sosial-budaya. Mereka adalah individu-individu yang cerdas karna telah mampu
mengobservasi dan meniru perilaku orang dewasa dalam aktivitas bermain. Maka
warna nilai sosial budaya mempengaruhi corak permainan yang dilakukan oleh
anak-anak, karena jenis dan bentuk permainan antara negara/ daerah/ wilayah
berbeda.
2. Faktor Jender dan Teman Bermain
Kegiatan bermain sosial (social play) anak cenderung memilih teman
bermain yang dapat diajak kerja sama dan saling pengertian. Anak usia di bawah
tiga tahun mulai bermain bersama orang tua, tapi menginjak usia 4-5 tahun anak
mulai memilih teman bermain di luar keluarganya. Anak usia bawah tiga tahun
cenderung belum menyadari atau melihat jender dalam kegiatan bermain. Mereka
tidak mempedulikan jenis kelamin, tetap anak usia 4-5 tahun sudah mulai mempertimbangkan
jenis kelamin sebagai teman bermain.
3. Faktor Media Masa
Televisi merupakan media elektronik yang sangat akrab bagi anak,
karena banyak film yang menarik untuk anak. Informasi yang di peroleh dari
televisi akan diserap dan di ingat dalam kegiatan bermain bagi anak. Hal ini
televisi sangat berpengaruh terhadap kegiatan bermain anak. Agar dapat kegiatan
bermain yang positif orang tua perlu
mendampingi dan mengajak diskusi dengan anak agar mereka dapat memperoleh
pemahaman yang objektif dari televisi tersebut. Dan dapat mencegah kegiatan
bermain yang cenderung bersifat destruktif, agresif, dan kriminal.
4. Faktor Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Kegiatan bermain modern bertujuan untuk pengembangan kreativitas
dan intelektual anak seringkali berbiaya mahal, tetapi untuk kegiatan bermain
tradisional seringkali dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat yang mahal.
Selain itu kegiatan bermain memerlukan tempat yang luas, sehingga anak tidak
sulit melakukan kegiatan bermain dan mereka cenderung memperoleh keuntungan
finansial.
2.8 Tahapan dan Perkembangan
Permainan
1. Unoccupied play, yaitu anak hanya melihat anak lain bermain
2. Solitari play, yaitu terjadi ketika anak bermain sendirian dan mandiri dari
orang lain
3. Onlooker play, yaitu anak bermain terpisah dari anak-anak lain dengan
permainan yang sama dengan cara meniru cara mereka bermain
4. Assosiative play, terjadi ketika permainan melibatkan interaksi social
dengan sedikit organisasi
5. Cooperative play, meliputi interaksi social dalam suatu kelompok yang memiliki
suatu rasa identitas kelompok dan kegiatan yang terorganisasi
2.9 Jenis dan Bentuk Permainan
Ø Beberapa Jenis Permainan
1. Permainan sensorimotor, yaitu prilaku yang diperlihatkan bayi untuk
memperoleh kenikmatan dari melatih perkembangan (skema) sensorimotor mereka
2. Permainan praktis, yaitu melibatkan pengulangan prilaku ketika
keterampilan-keterampilan baru sedang dipelajari
3. Permainan pura-pura (simbolis), yaitu terjadi ketika anak mentrasformasikan
lingkungan fisik kedalam suatu symbol
4. Pepermainan social, yaitu permainan yang melibatkan interaksi social dengan
teman sebaya
5. Permainan fungsional, yaitu permainan pertama yang dilakukan pada awal masa
anak-anak
6. Permainan konstruktif, yaitu terjadi ketika anak-anak melibatkan diri dalam
suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau pemecahan masalah ciptaan
sendiri
7. Game yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan yang
melibatkan aturan dan sering kali bersifat kompetisi
Ø Berbagai Bentuk Bermain
a) Bermain Sosial, partisipasi anak dalam kegiatan bermain dengan
teman-temannya
b) Bermain Seorang Diri, anak bermain tanpa menghiraukan apa yang dilakukan
anak lain disekitarnya
c) Bermain Paralel, kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok anak dengan
menggunakan alat permainan yang sama tapi masing-masing anak bermain
sendiri-sendiri
d) Bermain Asosiatif, kegatan bermain dimana beberapa orang anak bermain
bersama, tetapi tidak ada suatu organisasi (pengaturan)
e) Bermain Kooperatif, masing-masing anak memiliki peran tertentu guna mencapa
tujuan kegiatan bermain
f) Bermain dengan Benda, Bermain praktis adalah bentuk bermain, dimana
pelakunya melakukan berbagai kemungkinan mengeksplorasi objek yang digunakan
g) Bermain Sosiodrama
Ø
Bermain melakukan imitasi
Ø
Bermain peran dengan menirukan gerakan
2.10 Bermain untuk Mengembangkan
Multiple Intelligences dan Kreativitas Anak
Adapun
aspek-aspek perkembangan yang dapat dioptimalkan dalam kegiatan bermain, antara
lain :
a) Bermain untuk pengembangan kognitif anak :
Ø
Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan
berpikir abstrak
Ø
Bermain mendorong untuk berpikir kreatif
Ø
Bermain membantu anak membangun konsep dan
pengetahuan
b) Bermain untuk pengembangan social-emosional
Ø
Bermain membantu anak mengenali diri mereka
sendiri
Ø
Bermain membantu anak menguasai konflik dan
trauma social
Ø
Bermain membantu anak mengekspresikan dan
mengurangi rasa takut
Ø
Bermain meningkatkan kompetensi social anak
Ø
Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan
mengorganisais dan menyelesaikan masalah
c) Bermain untuk pengembangan motorik
Ø
Bermain membantu anak menguasai keterampilan
motorik halus
Ø
Bermain membantu anak mengontrol gerak motorik
kasar anak
d) Bermain untuk pengembangan bahasa/komunikasi
Ø
Bermain membantu anak mningkatkan kemampuan
berkomunikasi
Ø
Bermain menyediakan konteks yang aman dan
memotivasi anak belaar bahasa kedua
2.11 Bermain dan Kreativitas
Dalam
memupuk dan mengembangkan kreativitas pada anak-anak, Rogers menyatakan bahwa
salah satu kondisi yang turut mendukung adalah kemampuan yang ada pada diri
anak tersebut seperti intelegensi dan kemampuan berpikirnya dalam memahami
konsep-konsep melalui bermain. Dan yang dimaksud bermain di sini adalah bermain
secara spontan dengan ide-ide, benda-benda, dan dengan anak-anak lainnya. Hal
ini berkaitan dengan keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru. Hurlock
mengatakan baha bermain akan member kesempatan kepada anak untuk menjadi lebih
kreatif. Anak dapat mencoba hal-hal yang belum diketahuinya serta mengungkapkan
ide-idenya melalui bermain bebas.
2.12 Bermain dan Terapeutik
Bermain
dan alat-alat permainan memiliki fungsi terapeutik. Proses belajar anak justru
sebaliknya dilakukan melalui metode bermain dan alat-alat bermain. Karena
proses bermain dan alat-alat bermain merupakan perangkat komunikasi bagi anak.
Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan memahami interaksi social dengan
orang sekelilingnya. Melalui bermain anak-anak mengembangkan fantasi, daya
imajinasi, dan kreative
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak usia dini merupakan usia yang memiliki kerentangan waktu sejak lahir
hingga usia 6 tahun, dimana dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia
dini merupakan pendidikan yang paling dasar menempati posisi yang sangat
stategis dalam pengembangan sumber daya manusia (Direktorat PAUD, 2005). Karena
rentang anak usia dini merupakan
rentangan usia kritis dan sekaligus strategis dalam proses pendidikan yang
dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada tahap selanjutnya.
Setiap anak adalah genius, sehingga setiap anak punya kesempatan yang sama
untuk dapat menjadi orang yang genius. Cara anak belajar adalah dengan bermain,
karena melalui bermain anak mampu mengoptimalkan kemampuaanya dari aspek
bahasa, sosial, kognitif, fisik, dan moralnya.
Setelah
membicarakan beberapa hal tentang bermain, para orang tua, pendidik atau pun
orang dewasa lainnya perlu menyadari bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang
sangat penting bagi anak usia dini. Bermain merupakan cara/jalan untuk
mengungkapkan hasil pemikiran, perasaaan serta cara mereka menjelajahi dunia
lingkungannya. Bermain juga membantu anak dalam menjalankan hubungan sosial
antara anak. Dengan demikian, orang dewasa sebaiknya menyadari akan kegiatan
bermain anak, khususnya kegiatan bermain yang hendak ditingkatkan. Melalui
kegiatan tersebut, guru dapat meningkatkan mutu pendidikan melalui kegiatan
bermain di sekolah maupun di rumah. Kegitan bermain dapat dilakukan di dalam
maupun di luar kelas. Umumnya sebagian kegitan di luar dan di dalam sama
pentingnya namun masing-masing berbeda keuntungannya. Bermain di luar biasanya
banyak menimbulkan suara dan lebih membutuhkan kekuatan dan lebih bersemangan,
dalam arti fisik,
Alat-alat atau
sarana bermain untuk kegiatab bermain dengan mengutamakan perkembangan gerak
kasar halus ditata sedemikian, sehingga tidak membahayakan anak-anak. Selain
itu, dalam permainan outdoor perlu disediakan tempat yang sesuai untuk
bermain drama atau seni yang dipadukan dengan pengembangan gerakan kasar.
Demikian pula bermain air dapat dilakukan di luar ruangan.
3.2 Saran
Unsur bermain
dapat menunjang pemahaman guru dan orang tua untuk meyadari betapa pentingnya
bermain. Oleh karena itu seharusnya para guru dan orang tua lebih memperhatikan
media yang digunakan untuk sarana bermain anak
DAFTAR PUSTAKA
Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini. PT. Kencana Prenada
Grup. Jakarta:2010
Drs. Agoes Dariyo, Psi. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun
Pertama ( Psikologi Atitama). PT Refika Aditama. Bandung: Januari 2007
0 komentar:
Posting Komentar
"Silahkan Berkomentar Susuai Topik atau Artikel di Atas Terimakasih"