.

.

diary part#12 makalah teori bermain


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
 Pendidikam jasmani merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan pada umumnya karena mempunyai tugas yang sama yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh baik segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik melalui aktivitas jasmani.  Aktivitas jasmani merupakan materi pokok dalam pendidikan jasmani yang berupa olahraga maupun non olahraga. Salah satu aktivitas jasmani adalah bermain. Aktivitas bermain sudah dilakukan sejak masa kanak-kanak sampai dengan dewasa.
 Bermain merupakan salah satu aktivitas jasmani yang sangat disukai anak dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat digunakan sebagai salah satu sarana pendidikan jasmani di sekolah. Bermain bagi anak merupakan kegiatan harian yang sangat menarik dan menyenangkan untuk dilakukan di waktu luang.  Seperti dimukakan oleh Plato dalam Tedjasaputra (2001) bahwa bermain mempunyai nilai praktis dalam kehidupan anak. Anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika dengan cara membagi apel kepada teman-temannya. Bermain bagi anak mempunyai arti penting terhadap perkembangan fisik, psikis, maupun sosial anak. Melalui bermain secara fisik anak akan mengalami perubahan dalam hal pertumbuhan dan perkembangan fisik anak seperti bertambahnya berat dan tinggi badan serta kemampuan ototnya semakin berkualitas. walaupun selalu beraktifitas secara terus menerus dalam kesehariannya Melalui bermain juga dapat membantu penguasaan kemampuan gerak dasar anak, seperti gerak lokomotor, non lokomotor maupun manipulasi.
 Aktivitas bermain juga mampu meningkatkan unsur-unsur kondisi fisik siswa semakin baik seperti kecepatan, kekuatan, daya ledak, kelentukan, keseimbangan, dan lain-lain.
Secara psikis aktivitas bermain juga mampu membantu perkembangan jiwa anak secara wajar dalam hal tingkahku, emosi, kecerdasan, keberanian, rasa percaya Diri dan social. Melalui bermain pun berfungsi melatih bermasyarakat bagi anak-anak, sebab dengan barmain anak-anak akan bertindak jujur, disiplin dan taat aturan. Fungsi bermain bagi perkembangan fisik, psikis, maupun sosial anak tidak dapat dipungkiri oleh karena itu tepatlah aktivitas bermain ini sebagai sarana pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah, selain itu melalui bermain anak merasa senang gembira dalam melakukan aktivitasnya sehingga situasi ini merupakan situasi
yang kondusif untuk kegiatan pembelajaran. Sebab suatu kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani dengan situasi yang kondusif (menarik, menyenangkan, menggembirakan) akan mempermudah/mempercepat pencapaian suatu tujuan pembelajaran tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian teori bermain anak usia dini ?
2.      Apa saja karakteristik bermain anak usia dini ?
3.      Bagaimana pemahaman tentang orientasi bermain pada masa lalu dan masa depan?
4.      Apa saja teori – teori yang mendasari bermain bagi anak usia dini ?
5.      Bagaimana perkembangan bermain pada anak usia dini ?
6.      Apa fungsi dan manfaat bermain bagi anak ?
7.      Apa faktor-faktor yang menyebabkan bermain anak usia dini ?
8.      Apa saja tahapan dan perkembangan permainan ?
9.      Apa saja jenis dan bentuk permainan?
10.  Apa saja aspek permainan?
11.  Apa saja manfaat bermain dan kreativitas?
12.  Apa saja manfaat bermain dan terapeutik?
1.3 Tujuan Penulisan
1.      Mendefinisikan pengertian bermain pada anak usia dini
2.      Menjelaskan bagaimana anak usia dini bermain
3.      Menganalisa teori – teori  bermain bagi anak usia dini
4.      Menjelaskan tahapan dan perkembangan bermain anak usia dini
5.      Mendeskripsikan fungsi dan manfaat bermain anak usia dini
6.      Mendiskusikan faktor – faktor  bermain bagi anak usia dini
1.4 Manfaat Penulisan
1.        Mengetahui definisi bermain pada anak usia dini
2.        Mengetahui permainan bagi anak usia dini
3.        Mengenali faktor – faktor dalam bermain
4.        Mengetahui manfaat bermain bagi anak usi dini
5.        Mengetahui perlunya bermain bagi anak usia dini
6.        Mengetahui faktor – faktor bermain anak usi dini






















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bermain
Menurut Diana Mutiah (2010), bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Bermain harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas keputusan anak itu sendiri. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang, sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses pada belajar.
Mengapa anak bermain? Anak-ank belajar melalui permainan mereka. Pengalaman bermain yang menyenangkan dengan bahan, benda, anak lain, dan dukungan orang dewasa membantu anak-anak berkembang secara optimal.
Menurut Drs. Agoes Dariyo, Psi.(2007),  bermain (play) merupakan suatu aktivitas yang menyenagkan, spontan dan didorong oleh motivasi internal yang pada umumnya dilakukan oleh anak-anak. Bermain merupakan  aktivitas utama yang dilakukan dalam kehidupan anak. Anak melakukan kegiatan bermain dengan sungguh-sungguh. Karena bermain memberi kesenangan dan kebahagiaan dalam diri anak. Bermain juga memberi manfaat positif untuk pengembangan potensi anak.
2.2 Karakteristik Bermain Anak
Pada hakikatnya anak selalu termotivasi untuk bermain. Artinya bermain memberi kepuasan pada anak. Melalalui bermain anak mengalami kesenangan yang selalu memberikan kepuasan baginya.
Ada 5 karakteristik dalam bermain yaitu:
1)      Menyenangkan
Setiap anak merasa senang melakukan kegiatan bermain. Karna bermain dapat mengekspresikan potensi-potensi bakat, kecerdasan, kreativitas maupun dorongan untuk bergaul dalam suasana kegiatan bermain. Bermain juga dapat mengatasi ketenangan, stress, kecemasan maupun kebosanan  yang di alami oleh anak.
2)      Spontan
Seorang bayi atau anak secara spontan akan melakukan kegiatan bermain yang dilakukan sendiri atau bersama orang lain. Sifat spontanitas merupakan sifat utama bagi setiap anak. Mereka akan melakukan segala sesuatu secara spontan tanpa ada paksaan dari orang tua atau orang lain. Oleh karena itu anak mulai bermain dengan menggunakan organ tubuhnya sendiri misalnya menggigit jari, menggerak-gerakkan tangan, kaki dan sebagainya.
3)      Proses
Anak melakukan kegiatan bermain tidak didasarkan motif-motif, artinya ia merasa tulus dalam melakukan kegiatan tanpa ada pamrih-pamrih tersembunyi. Mereka sudah memperoleh rasa senang bila diberi kesempatan untuk melakukan kegiatan bermain. Karena bermain merupakan kegiatan yang dapat menunjang perkembangan potensi pembelajaran bagi anak untuk mengembangkan intelektual, kreativitas, bakat, kemampuan bersosialisasi, keterampilan berkomunikasi maupun kemampuan lainnya.
4)      Motivasi Internal
Yang dimaksud dengan motivasi internal (internal motivation) ialah motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri dan tidak dipengaruhi oleh orang lain. Anak melakukan kegiatan bermain didasari oleh motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri. Mereka melakukan kegiatan bermain tanpa disertai motif tertentu yang cenderung mengganggu kegiatan tersebut, Misalnya bermain untuk memperoleh makanan dari teman lain.
5)      Imajinatif
Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan oleh anak, kegiatan bermain umumya disertai dengan kemampuan imajinasi yang bertujuan untuk mengembangkan potensi intelektual, emosi, psikomotorik maupun keterampilan sosial. Taraf imajinasi dimanfaatkan untuk permainan sesuai dengan tahap usia perkembangan misalnya bayi, anak usia bawah tiga tahun, anak usia bawah lima tahun, anak tengah, dan remaja.
2.3 Pemahaman tentang Orientasi Bermain pada Masa Lalu dan Masa Depan
Bermain pada awalnya belum mendapat perhatian khusus karena kurangnya pengetahuan tentang psikoligi perkembangan anak dan kurangnya perhatian terhadap perkembangan anak. Plato dianggap orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dan bermain. Menurut Plato anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika dengan cara membagikan apel kepada anak-anak. Dengan memberikan alat permainan miniatur balok-balok kepada anak usia tiga tahun pada akhirnya akan mengantar anak tersebut menjadi seorang ahli bangunan. Aristoteless dalam Teori Katarsis-nya memandang permainan itu sebagai saluran untuk menyalurkan perasaan tidak dapt dinyatakan kea rah yang baik. Aristoteles juga berpendapat bahwa anak-anak perlu didorong untuk bermain dengan apa yang akan mereka tekuni dimasa dewasa nanti. Berkat tokoh-tokoh pendidikan seperti Comenius 9 (abad ke-17), Rousseau, Pestalozzi, dan Frobel 9 abad ke-18 dan awal abad ke-19) akhirnya lambat laun pendidik dapat menerima pendapat bahwa pendidikan untuk anak perlu disesuaikan dengan minat serta tahap perkembangan anak. Frobel lebih menekankan pentingnya bermain dalam belajar karena berdasarkan pengalamannya sebagai guru dia menyadari bahwa kegiatan bermain maupun mainan yang dinikmati anak dapat dipergunakan untuk menarik perhatian dana mengembangkan pengetahuan mereka.
Plato, Aristoteles, dan Frobel menganggap bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Sayangnya pada masa tersebut teori psikologi perkembangan anak belum mempunyai sistematika yang teratur, akibatnya apa yang dikemukakan minat, kapasitas serta pengetahuan anak sulit dibuktikan.
2.4 Teori-teori Bermain Anak Usia Dini
a.     Teori-Teori Klasik
Teori Klasik yaitu teori yang muncul dari abad ke-19 sampai Perang Dunia 1. Teori klasik mengenai bermain dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1.      Teori suplus dan energi dan reaksi
2.      Teori rekapitulasi dan praktis
Dari pertengahan sampai dengan akhir abad ke-19 teori evolusi sedang berkembang, sehingga pembahasan teori bermain banyak dipengaruhi oleh paham tersebut. Bermain mempunyai fungsi untuk memulihkan tenaga seseorang setelah bekerja dan merasa jenuh. Pendapat ini dipertanyakan karena pada anak kecl yang tidak bekerja tetap melakukan kegiatan bermain. Jadi, penjelasan mengenai kenapa terjadi kegiatan berain pada makhuk hidup belum dapat dijawab secara memuaskan.
b.    Macam-Macam Teori-Teori Klasik
1.      Teori Surplus Energi
Teori ini diajukan oleh Friedrich Schiler dan Herbert Spencer, yang menyatakan bahwa mengapa ada perilaku bermain karena ada surplus energi. Bermain dipandang sebagai penutup atau klep keselamatan pada mesin uap, energi atau tenaga yang berlebih pada seseorang perlu dibuang atau dilepaskan melalui bermain.. Kelebihan tenaga dalam arti kekuatan dan vitalitas pada anak atau orang dewasa yang belum digunakan sebaiknya disalurkan dalam kegiatan bermain. Teori surplus energi mempunyai pengaruh besar terhadap psikologi, namun teorinya dirasakan kurang tepat dan mendapat tantangan. Contohnya, anak biasanya akan cepat-cepat menyelesaikan tugas kalau dijanjikan bermain setelah tugasnya selesai. Mula-mua para pembuat teori percaya bahwa bermain hanya untuk mengeluarkan kelebihan energi belaka, namun kemudian ada kelemahan dari teori ini, yaitu anak-anak sering ingin tetap bermain walau sebenarnya mereka telah mendekati kelelahan sangat (Frost, 1992).
2.      Teori Rekreasi
Teori ini diajukan oleh Moritz Lazarus, mengatakan bahwa tujuan bermain adalah untuk memulihkan energi yang sudah terkuras saat bekerja karena bekerja menguras dan menyebabkan berkurangnya tenaga. Tenaga ini dapat dipulihkan dengan cara tidur atau dengan cara yang lain. Bermain adalah lawan dari bekerja dan merupaka cara yang paling ideal untuk memulihkan tenaga. Permainan merupakan imbangan antara kerja dengan istirahat. Apabila seseorang telah bekerja, maka ia memerlukan bermain untuk menghilangkan kepenatan akibat bekerja. Contoh, anak-anak di sekolah karena terlalu lama duduk di kelas akan memerlukan kebebasan, sehingga begitu jam istirahat anak merasa bebas dan senag. Teori yang dikemukakan oleh Lazarus terkesan kurang ilmiah walaupun teori ini bisa menjelaskan aktivitas relative yang dilakukan orang dewasa, seperti bermain bola atau catur dalam selingan setelah bekerja keras. Walau tidak ilmiah, tetapi pengaruh teori ini nyata dalam pembelajar di Taman Kanak-Kanak, di mana kegiatan yang tenang, artinya yang tidak mengeluarkan banyak energi, seperti bermain melukis, dengan kegiatan yag banyak menggunakan banyak energy, seperti bermain tangkap-lari, lompat tali, dan lain lain.
3.      Teori Rekapitulasi
Diajukan oleh G. Stanley Hall, yang mayakini bahwa anak merupakan mata rantai evolusi dari binatang hingga menjadi manusia. Artinya anak menjalankan semua tahap evolusi, seperti protozoa (hewan bersel satu) hingga menjadi janin. Teori G. Stanley Hall disebut juga teori Atavisme yaitu permainan anak itu ulangan daripada nenek moyang . Teori ini setuju dengan pendapat Haeckel, yang mengatakan bahwa menurut hukum biogenesis tiap-tiap anak itu mengulangi kembali jiwa raganya seperti pemburu, petani, dan lainnya. Contohnya, kesenangan anak untuk bermain air dapat dikaitkan dengan kegiatan nenek moyangnya, spesies ikan yang mendapat kesenagan di dalam air.
4.      Teori Praktis atau Insting Naluri
Diajukan oleh Karl Groos, yang meyakini bahwa bermain berfungsi untuk memperkuat insting yang dibutuhkan guna kelangsungan hidup di masa datang. Teori Karl Groos disebut pula sebagai Teori Teleologi, yaitu bahwa permainan mempunyai tugas pokok, maksudnya dengan bermain terjadi proses biologis atau proses berfungsinya organ-organ tubuh, maka disebut juga dengan Teori Fungsi, yaitu mengembangkan fungsi yang tersembunyi dalam diri seseorang. Dasar Teori Groos adalah prinsip seleksi alamiah yang dikemukakan oleh Charles Darwin. Binatang dapat mempertahankan hidupnya karena dia mempunyai ketrampilan yang diperoleh melalui bermain. Bayi yang baru lahir dan binatang mempunyai insting yang tidak sempurna dan insting itu penting guna mempertahankan hidup. Bermain bermanfaat untuk makhluk yang masih muda dalam melatih dan menyempurnakan instingnya. Jadi tujuan bermain adalah sebagai sarana latihan dan mengolaborasi ketrampilan yang diperlukan saat dewasa nanti. Karl Groos memberi sanggahan dengan mengatakan bermain adalah sesuatu yang menyenangkan di masa muda, oleh karena itu tetap dilakukan di masa dewasa. Groos mengatakan bahwa pada binatang yang sudah dilengkapi dengan insting, tidak perlu bermain karena mereka sudah mempertahankan diri secara instingtif. Beda halnya dengan binatang yang mempunyai tingkat evolusi lebih tinggi dan manusia memerlukan perlindungan serta perawatan lebih lama agar dapat mempertahankan hidupnya. Teori yang dikemukakan oleh Karl Gross mempunyai kelemahan, teapi sekaligus memberi sumbangan karena kegiatan bermain yang dulunya dianggap tidak berguna, pada kenyataannya mempunyai manfaat secara biologis, paling tidak untuk mempertahankan hidup.Selain itu, pendapat bahwa bermain merupakan melatih ketrampilan tertentu masih bisa diterima. Walaupun teori ini mempunyai kelemahan tetapi teori Groos merupakan semacam latihan awal di mana bermain mempersiapkan anak-anak untuk peran-peran yang akan dilakukan dikemudin hari.
5.      Teori Sublimasi
Diajukan oleh Claparede, yang berpendapat bahawa bermain bukan saja untuk berfungsinya organ-organ tubuh, tetapi merupakan suatu sublimasi atau pelarian yang positif dari tekanan perasaan yang berlebihan. Dengan sublimasi orang akan berusaha untuk menjadi lebih mulia, lebih tinggi lebih indah dari yang semula. Teori Claparede disebut juga Teori Fantas (Fiksi) yaitu bahwa anak itu bermain karena dalam hidupnya sehari-hari tidak mendapat kepuasan sehingga lari ke fantasi di dalam permainannya, ditempat ia dapat melepas segala kehendak dan kemauannya.
6.      Teori Reinkarnasi
Berpendapat bahwa anak-anak selalu bermain dengan permainan-permainan yang dilakukan nenenk moyangnya. Tetapi, permainan itu disesuaikan dengan kemajuan ilmu dan teknlogi sehingga mengalami perubahan.
c.      Teori Modern
Teori Modern yaitu teori yang muncul sesudah perang Dunia 1. Perbedaan utamanya adalah teori modern member tekananpada konsekuensi bermain bagi anak. Teori modern mengkai tentang bermain, tetapi juga berusaha menjelaskan manfaat bermain bagi perkembangan anak.
d.    Teori-Teori Modern tentang bermain
Teori
Peran bermain dalam Perkembangan Anak
Psikoanalitik
·         Mengatasi pengalaman traumatik, coping terhadap frustasi
Kognitif-Piaget
·         Mempraktikkan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya
Kognitif-Vigotsky
·         Memajukan berfikir abstrak, belajar dalam kaitan ZPD; pengaturan diri
Kognitif Jerome Bruner
·         Memberi penekanan pada fungsi bermain sebagai sarana mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas
Kogitif-Bruner/Sutton-Smith
·         Memunculkan fleksibilitas perilaku dan berpikir, imajinasi dan narasi
Singer
·         Mengatur kecepatan stimulasi dari dalam dan dari luar
Arousal Modulation
·         Tetap membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah stimulasi
Bateson
·         Memajukan kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan makna

2.5 Perkembangan Bermain
Parten, seorang ahli psikologi perkembangan (Berk, 1996; Johnson, Christie & Yawkey, 1999; Papalia dkk., 1998; Santrock, 1999). Mengungkapkan 4 (empat) jenis aktivitas bermain  yang biasanya dilakukan oleh anak-anak yakni:
1.Bermain Non-sosial (Non-social Activity or Solitary)
   Anak cenderung asyik dan khusuk dengan aktivitas bermainnya. Anak-anak usia 1-3 tahun cenderung melakukan kegiatan bermain sendiri (non social play or solitary) tanpa melibatkan orang lain dalam permainannya. Kegiatan bermain ini kadang-kadang masih terjadi pada anak usia 3-4 tahun. Misalnya selama pra-sekolah Johny (3 tahun) menghabiskan waktu untuk mengobservasi aktivitas anak-anak yang lain sedang mengerjakan permainan lego atau menyusun balok arsitektur sendiri.
2. Bermain Paralel (Parallel Play)
Anak bermain dalam lingkungan sosial yang terdiri dari anak-anak yang juga sedang bermain, dalam permainan bermain memiliki masing-masing bermain sendiri dan tidak ada hubungan antara anak satu dengan anak yang lain. Masing-masing anak menggunakan daya imajinasi sesuai dengan tema kegiatan bermainnya. Tema kegiatan bermain mereka berbeda, tetapi dapat juga memiliki tema bermain yang sama. Namun anak memiliki partisipasi sosial yang terbatas dalam kegiatan bermain.
3. Bermain Asosiatif (Associative Play)
Bermain asosiatif (associative play) yaitu suatu kegiatan bermain yang di tandai dengan interaksi, komunikasi maupun percakapan antara satu anak dengan anak yang lain. Dalam aktivitas bermain asosiatif, anak-anak sudah saling berbicara dan mengomentari perilaku anak yang lain.
4. Bermain Kooperatif (Cooperative Play )
Bermain kooperatif (cooperative play) ialah kegiatan bermain yang ditandai dengan kerjasama antara satu anak dengan anak yang lain untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan tema permainan tersebut. Anak-anak dalam melakukan aktivitas bermain, sudah saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan bersama.
2.6 Fungsi dan Manfaat Bermain
Para ahli psikologi bermain seperti Hughes (1999), Johnson, Christie & Yawkey (1999) sependapat bahwa bermain dapat memberi 5 manfaat psitif terhadap perkembangan diri pada anak, antara lain:
1.      Mengembangkan Kreativitas
Bermain kegiatan yang membutuhkan imajinasi, setiap anak dituntut untuk kreatif dalam bermain agar dapat mengimbangi kegiatan bermain yang dilakukan oleh anak-anak yang lain. kreativitas bermain harus tetap sportif, menjunjung nilai kejujuran, mau mengakui kekalahan dan menerima kemenangan orang lain.
2.      Mengembangkan Keterampilan Sosial
Bermain sosial melibatkan kemampuan untuk berkomunikasi, kerja sama, menghargai dan menerima orang lain, dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan kelompok. Bermain dapat melatih kemampuan untuk mengontrol diri, mengurangi sifat-sifat egois dan mengembangkan keterampilan komunikasi dengan orang lain.
3.      Mengembangkan Keterampilan Psikomotorik
Kegiatan bermain banyak menggunakan keterampilan psikomotorik kasar seperti bermain sepak bola, kasti, petak umpet, gobak sodor (galasin). Secara aktif kegiatan bermain tersebut menguras energi fisik, Bagi anak-anak hal itu cukup menentang karena memberi rasa senang, gembira dan tidak akan membosankan.
4.      Mengembangkan Kemampuan Berbahasa
Bermain sosial ditandai interaksi antara individu yang sate dengan yang lain. keterampilan sosial (social skill) memerlukan kemampuan berbahasa yaitu suatu keterampilan yang membutuhkan perbendaharaan kata, mengolah kalimat dan mengungkapkan ekspresi emosi, pikiran atau pendapat kepada orang lain dalam bahasa. Bermain sosial akan memberi manfaat dan dapat belajar bersama untuk mengembangkan keterampilan  berbahasa dalam kelompok teman sebaya.
5.      Sebagai Sarana Terapi untuk Mengatasi Masalah-masalah Psikologis (Psychological Problems)
Bermain merupakan kegiatan mengekspresikan yang berhubungan dengan ranah afektif, perasaan, emosi, pikiran maupun konatif setiap anak. Psikoanalisa klasik dikemukakan oleh Sigmund Freud, bermain merupakan sarana katarsis yaitu suatu kegiatan yang bermanfaat untuk mengatasi masalah konflik psikoemosional individu. Bermain juga memberi pengaruh terhadap psikoterapis bagi anak yang sedang menghadapi masalah secara psikoemosional.
2.7 Faktor-faktor Bermain Anak Usia Dini
Kegiatan yang paling menyenangkan bagi setiap anak adalah bermain. Bila seorang anak dihadapkan pada dua pilihan yaitu belajar dan bermain, maka anak cenderung memilih bermain dari pada belajar.
Kegiatan bermain dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu: (1) faktor sosial-budaya, (2) faktor jender dan teman bermain, (3) faktor media masa, dan (4) faktor ketersediaan sarana dan prasarana (Cohen, 1993; Hughes, 1999; Johnson, Christie & Yawkey, 1999).
1.Faktor Sosial-budaya
Anak melakukan permainan, dari gambaran kehidupan lingkungan sosial-budaya. Mereka adalah individu-individu yang cerdas karna telah mampu mengobservasi dan meniru perilaku orang dewasa dalam aktivitas bermain. Maka warna nilai sosial budaya mempengaruhi corak permainan yang dilakukan oleh anak-anak, karena jenis dan bentuk permainan antara negara/ daerah/ wilayah berbeda.
2. Faktor Jender dan Teman Bermain
Kegiatan bermain sosial (social play) anak cenderung memilih teman bermain yang dapat diajak kerja sama dan saling pengertian. Anak usia di bawah tiga tahun mulai bermain bersama orang tua, tapi menginjak usia 4-5 tahun anak mulai memilih teman bermain di luar keluarganya. Anak usia bawah tiga tahun cenderung belum menyadari atau melihat jender dalam kegiatan bermain. Mereka tidak mempedulikan jenis kelamin, tetap anak usia 4-5 tahun sudah mulai mempertimbangkan jenis kelamin sebagai teman bermain.
3. Faktor Media Masa
Televisi merupakan media elektronik yang sangat akrab bagi anak, karena banyak film yang menarik untuk anak. Informasi yang di peroleh dari televisi akan diserap dan di ingat dalam kegiatan bermain bagi anak. Hal ini televisi sangat berpengaruh terhadap kegiatan bermain anak. Agar dapat kegiatan bermain yang positif  orang tua perlu mendampingi dan mengajak diskusi dengan anak agar mereka dapat memperoleh pemahaman yang objektif dari televisi tersebut. Dan dapat mencegah kegiatan bermain yang cenderung bersifat destruktif, agresif, dan kriminal.
4. Faktor Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Kegiatan bermain modern bertujuan untuk pengembangan kreativitas dan intelektual anak seringkali berbiaya mahal, tetapi untuk kegiatan bermain tradisional seringkali dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat yang mahal. Selain itu kegiatan bermain memerlukan tempat yang luas, sehingga anak tidak sulit melakukan kegiatan bermain dan mereka cenderung memperoleh keuntungan finansial.
2.8 Tahapan dan Perkembangan Permainan
1.      Unoccupied play, yaitu anak hanya melihat anak lain bermain
2.      Solitari play, yaitu terjadi ketika anak bermain sendirian dan mandiri dari orang lain
3.      Onlooker play, yaitu anak bermain terpisah dari anak-anak lain dengan permainan yang sama dengan cara meniru cara mereka bermain
4.      Assosiative play, terjadi ketika permainan melibatkan interaksi social dengan sedikit organisasi
5.      Cooperative play, meliputi interaksi social dalam suatu kelompok yang memiliki suatu rasa identitas kelompok dan kegiatan yang terorganisasi
2.9 Jenis dan Bentuk Permainan
Ø  Beberapa Jenis Permainan
1.      Permainan sensorimotor, yaitu prilaku yang diperlihatkan bayi untuk memperoleh kenikmatan dari melatih perkembangan (skema) sensorimotor mereka
2.      Permainan praktis, yaitu melibatkan pengulangan prilaku ketika keterampilan-keterampilan baru sedang dipelajari
3.      Permainan pura-pura (simbolis), yaitu terjadi ketika anak mentrasformasikan lingkungan fisik kedalam suatu symbol
4.      Pepermainan social, yaitu permainan yang melibatkan interaksi social dengan teman sebaya
5.      Permainan fungsional, yaitu permainan pertama yang dilakukan pada awal masa anak-anak
6.      Permainan konstruktif, yaitu terjadi ketika anak-anak melibatkan diri dalam suatu kreasi atau konstruksi suatu produk atau pemecahan masalah ciptaan sendiri
7.      Game yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kenikmatan yang melibatkan aturan dan sering kali bersifat kompetisi
Ø Berbagai Bentuk Bermain
a)      Bermain Sosial, partisipasi anak dalam kegiatan bermain dengan teman-temannya
b)      Bermain Seorang Diri, anak bermain tanpa menghiraukan apa yang dilakukan anak lain disekitarnya
c)      Bermain Paralel, kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok anak dengan menggunakan alat permainan yang sama tapi masing-masing anak bermain sendiri-sendiri
d)     Bermain Asosiatif, kegatan bermain dimana beberapa orang anak bermain bersama, tetapi tidak ada suatu organisasi (pengaturan)
e)      Bermain Kooperatif, masing-masing anak memiliki peran tertentu guna mencapa tujuan kegiatan bermain
f)       Bermain dengan Benda, Bermain praktis adalah bentuk bermain, dimana pelakunya melakukan berbagai kemungkinan mengeksplorasi objek yang digunakan
g)      Bermain Sosiodrama
Ø  Bermain melakukan imitasi
Ø  Bermain peran dengan menirukan gerakan
2.10 Bermain untuk Mengembangkan Multiple Intelligences dan Kreativitas Anak
   Adapun aspek-aspek perkembangan yang dapat dioptimalkan dalam kegiatan bermain, antara lain :
a)      Bermain untuk pengembangan kognitif anak :
Ø  Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir abstrak
Ø  Bermain mendorong untuk berpikir kreatif
Ø  Bermain membantu anak membangun konsep dan pengetahuan
b)      Bermain untuk pengembangan social-emosional
Ø  Bermain membantu anak mengenali diri mereka sendiri
Ø  Bermain membantu anak menguasai konflik dan trauma social
Ø  Bermain membantu anak mengekspresikan dan mengurangi rasa takut
Ø  Bermain meningkatkan kompetensi social anak
Ø  Bermain membantu anak mengembangkan kemampuan mengorganisais dan menyelesaikan masalah
c)      Bermain untuk pengembangan motorik
Ø  Bermain membantu anak menguasai keterampilan motorik halus
Ø  Bermain membantu anak mengontrol gerak motorik kasar anak
d)     Bermain untuk pengembangan bahasa/komunikasi
Ø  Bermain membantu anak mningkatkan kemampuan berkomunikasi
Ø  Bermain menyediakan konteks yang aman dan memotivasi anak belaar bahasa kedua
2.11 Bermain dan Kreativitas
            Dalam memupuk dan mengembangkan kreativitas pada anak-anak, Rogers menyatakan bahwa salah satu kondisi yang turut mendukung adalah kemampuan yang ada pada diri anak tersebut seperti intelegensi dan kemampuan berpikirnya dalam memahami konsep-konsep melalui bermain. Dan yang dimaksud bermain di sini adalah bermain secara spontan dengan ide-ide, benda-benda, dan dengan anak-anak lainnya. Hal ini berkaitan dengan keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru. Hurlock mengatakan baha bermain akan member kesempatan kepada anak untuk menjadi lebih kreatif. Anak dapat mencoba hal-hal yang belum diketahuinya serta mengungkapkan ide-idenya melalui bermain bebas.
2.12 Bermain dan Terapeutik
            Bermain dan alat-alat permainan memiliki fungsi terapeutik. Proses belajar anak justru sebaliknya dilakukan melalui metode bermain dan alat-alat bermain. Karena proses bermain dan alat-alat bermain merupakan perangkat komunikasi bagi anak. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan memahami interaksi social dengan orang sekelilingnya. Melalui bermain anak-anak mengembangkan fantasi, daya imajinasi, dan kreative
































BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anak usia dini merupakan usia yang memiliki kerentangan waktu sejak lahir hingga usia 6 tahun, dimana dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling dasar menempati posisi yang sangat stategis dalam pengembangan sumber daya manusia (Direktorat PAUD, 2005). Karena rentang anak usia dini  merupakan rentangan usia kritis dan sekaligus strategis dalam proses pendidikan yang dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada tahap selanjutnya.
Setiap anak adalah genius, sehingga setiap anak punya kesempatan yang sama untuk dapat menjadi orang yang genius. Cara anak belajar adalah dengan bermain, karena melalui bermain anak mampu mengoptimalkan kemampuaanya dari aspek bahasa, sosial, kognitif, fisik, dan moralnya.
Setelah membicarakan beberapa hal tentang bermain, para orang tua, pendidik atau pun orang dewasa lainnya perlu menyadari bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi anak usia dini. Bermain merupakan cara/jalan untuk mengungkapkan hasil pemikiran, perasaaan serta cara mereka menjelajahi dunia lingkungannya. Bermain juga membantu anak dalam menjalankan hubungan sosial antara anak. Dengan demikian, orang dewasa sebaiknya menyadari akan kegiatan bermain anak, khususnya kegiatan bermain yang hendak ditingkatkan. Melalui kegiatan tersebut, guru dapat meningkatkan mutu pendidikan melalui kegiatan bermain di sekolah maupun di rumah. Kegitan bermain dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas. Umumnya sebagian kegitan di luar dan di dalam sama pentingnya namun masing-masing berbeda keuntungannya. Bermain di luar biasanya banyak menimbulkan suara dan lebih membutuhkan kekuatan dan lebih bersemangan, dalam arti fisik,
Alat-alat atau sarana bermain untuk kegiatab bermain dengan mengutamakan perkembangan gerak kasar halus ditata sedemikian, sehingga tidak membahayakan anak-anak. Selain itu, dalam permainan outdoor perlu disediakan tempat yang sesuai untuk bermain drama atau seni yang dipadukan dengan pengembangan gerakan kasar. Demikian pula bermain air dapat dilakukan di luar ruangan.
3.2 Saran
Unsur bermain dapat menunjang pemahaman guru dan orang tua untuk meyadari betapa pentingnya bermain. Oleh karena itu seharusnya para guru dan orang tua lebih memperhatikan media yang digunakan untuk sarana bermain anak


















DAFTAR PUSTAKA
Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini. PT. Kencana Prenada Grup. Jakarta:2010

Drs. Agoes Dariyo, Psi. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama ( Psikologi Atitama). PT Refika Aditama. Bandung: Januari 2007 

0 komentar:

Posting Komentar

"Silahkan Berkomentar Susuai Topik atau Artikel di Atas Terimakasih"

Transparent Sexy Pink Heart